Teko listrik untuk menyeduh kopi yang dilengkapi dengan fitur temperatur yang bisa disesuaikan bukanlah hal yang baru. Produk seperti Bonavita, Brewista, dan nama-nama lainnya sudah banyak dijual di pasaran dengan harga yang beragam pula tentunya. Tapi mungkin yang satu ini agak berbeda dengan teko listrik lainnya dan selama beberapa hari saya berkesempatan untuk menjajalnya. Inilah beberapa kesan awal tentang teko listrik Timemore Pelican.

Tentang Timemore. Perusahaan yang didirkan di tahun 2012 oleh sekelompok pecinta kopi dari Cina ini bukan muka baru khususnya di Indonesia. Ragam produknya sudah bertebaran hingga tak sulit untuk ditemukan. Satu tahun lalu saya juga pernah menuliskan artikel tentang alat penggiling kopi Timemore yang dari sisi kualitas tak kalah bila dibandingkan dengan produk dan kisaran harga yang sama.

Mungkin pembaca yang pernah menggunakan produk Timemore sependapat dengan saya bahwa dari sisi desain dan kualitas material, mereka patut diacungi jempol.

Spesifikasi Pelican. Kesan pertama yang didapatkan saat pertama kali membuka dari kardusnya, Pelican memang tak tampak seperti para pendahulunya yang punya desain konvensional. Dimulai dari bagian bawahnya yang berwarna hitam tak mengkilat sehingga bagusnya tak akan meninggalkan bekas jari.

Daya Listrik dan Dimensi. Hanya ada enam baris lobang-lobang perforasi sepanjang 3.5 cm dan kabel penyambung ke lisrik yang sayang panjangnya hanya 0.5 meter, kurang panjang sebenarnya. Tapi selain itu, pengguna tak perlu mencari adapter colokan ke listrik karena sudah sesuai dengan peruntukan di Indonesia.

Kebutuhan listriknya untuk memanaskan air sebesar 1.500 watt watt atau lebih besar ketimbang Bonavita (1.000 watt) tapi sama dengan Brewista yang juga memerlukan daya listrik sebesar itu.Teko listrik dengan daya listrik terbesar yang pernah saya coba adalah Xiaomi Mijia Smart Kettle yang memakan daya listrik 1.700 watt.

Menggunakan bahan polycarbonate, Pelican memiliki ukuran cukup mini, hanya 14.5 x 15 dan ketebalan 2.5 sentimeter atau kira-kira satu jengkal jari saja. Ukuran cukup bersahabat untuk digunakan terutama di kedai kopi yang punya ruang terbatas.

Teko. Sebelunya saya pernah menggunakan teko Timemore yang cukup ergonomis dan tentunya tak jauh berbeda bentuknya dengan teko yang dipasangkan dengan Pelican. Hanya yang ini gagangnya sedikit lebih tebal hingga tak panas saat dipegang. Apalagi  bagian atasnya yang dibuat dudukan untuk meletakan jempol membuat teko ini menjadi salah satu favorit saya untuk menyeduh kopi. Teko Pelican terbuat dari bahan stainless dengan lapisan cat hitam doff di bagian luarnya.

Tapi berbicara aspek ergonomis, rasanya teko Brewista buat saya masih jauh lebih unggul. Desain pegangan dan kelancipan pada ujung leher angsanya membuat Brewista lebih unggul sepanjang saya mencoba berbagai jeni teko untuk menyeduh kopi.

Kapasitas dan Pengaturan Suhu. Pelican bisa diisi air hingga 700 ml walau saya bisa “memaksanya” hingga 1 liter walaupun tentunya tak direkomendasikan.

Suhu bisa diatur dari mulai 40 hingga maksimal 100 derajat Celsius dengan perbedaan satu derajat. Caranya cukup unik yakni dengan menyentuh lobang perforasi dan digerakan ke kanan untuk menaikan dan ke kiri untuk menurunkan temperatur. Antar muka atau interface fitur ini cukup responsif dan hanya perlu waktu sekedarnya untuk membiasakan penggunaan sistem sentuh ini.

Satu fitur yang juga dimiliki oleh teko listrik pintar lainnya adalah petunjuk target suhu dan tingkat panas air pada saat itu. Jangan lupa untuk selalu memperhatikan lambang air yang berwarna merah yang harus menyala saat ingin memanaskan air. Bila tidak terdapat tanda tersebut, teko dalam keadaan diam. Itu kejadian yang saya alami saat menunggu air yang tak kunjung panas karena lupa menekan tombol “start”. Bayangkan bila itu terjadi pada saat pengguna sedang berkompetisi di ajang lomba seduh.

Target suhu bisa dipertahankan hingga 1 jam hingga maksimal suhu 98 derajat celsius.

Waktu yang diperlukan dari suhu 40an derajat Celsius ke 94 relatif cepat dan hanya membutuhkan waktu 7 menitan saat diisi dengan satu liter air.

Kecuali bunyi beep, tak ada tombol apapun pada permukaannya yang bisa ditekan-tekan untuk mengatur suhu yang juga termasuk tombol untuk menyalakannya. Polos.

Kesimpulan Sementara. Desain. Hal pertama yang paling saya sukai dengan teko Pelican ini adalah desain minimalisnya tanpa mengorbankan fungsionalitas. Selain itu bentuk fisik berupa kotak kecil membuatnya teko ini tak memerlukan tempat yang luas.

Display digital dan permukaan sentuhnya sangat menarik tanpa kehadiran tombol atau tanda apapun sebelum teko ini dinyalakan.

Kapasitas yang 700ml dirasa cukup untuk kebutuhan sehari-hari di rumah dan saya juga yakin bahwa teko ini sangat sesuai juga digunakan di kedai kopi. Lalu cukup ergonomis walau ujungnya buat saya dirasa belum sekecil teko Brewista yang bisa begitu presisi. Namun tak apalah, itu hanya masalah kebiasaan saja pada akhirnya.

Pasokan Listrik Besar. Bagi pengguna di rumah, kebutuhan listrik sebesar 1.500 watt tentu tak bisa dibilang kecil, jadi saya tak punya justifikasi untuk pembaca  atau para home brewers yang pasokan listriknya terbatas. Tapi bila dirasa masih cukup, teko ini tentu bisa jadi pilihan yang harganya tak beda jauh dengan Brewista atau sekitar dua jutaan.

Durabilitas. Selain pendeknya kabel, Pelican tentu membutuhkan waktu untuk membuktikan kehandalannya dalam aspek ketahanan atau durabilitas. Teko Bonavita yang sehari-hari saya gunakan tak tampak tanda-tanda ingin pensiun dan masih bisa bekerja tanpa kendala teknis apapun selama hampir tujuh tahun “disiksa”.

Bluetooth. Andai saja teko yang berharga dua jutaan ini punya koneksi bluetooth hingga pengoperasiannya bisa diatur dari jarak jauh  mungkin akan jauh lebih bermakna. Padahal, koneksi “Bluetooth” sudah disematkan Smart Kettle Xiaomi yang harganya 600 ribuan. Tapi tak mengapa, mungkin ke depan, Timemore akan melengkapinya dengan fitur tersebut. Semoga.

Teko Listrik Itu – Penutup. Melihat kilas balik bagaimana sebuah teko listrik yang dulu hanya dipandang sebagai pelengkap peralatan rumah tangga bisa lalu berevolusi hingga seperti sekarang. Sejak kisaran lima tahun lalu, para produsen berlomba-lomba mengeluarkan produk teko listrik yang bukan hanya berfungsi  sebagai pemanas air semata.

Tapi lebih dari itu, mereka menciptakan sebuah teko yang bisa diatur suhunya. Kesemuanya dilakukan demi orang-orang, termasuk saya salah satunya, yang terkadang ingin mencoba “memanipulasi” suhu air dengan saat menyeduh kopi dan berharap mendapatkan momen “Eureka !”.

Terlepas dari alat seduh yang kita gunakan, baik Pelican atau hanya kompor biasa, percayalah, setiap saat kita bisa mendapatkan momen itu. Eureka !. 

* * *

2 replies

Comments are closed.