Kalau ingin mengetahui karakter manusia, berikan dia kekuasaan, begitu kata Presiden Abraham Lincoln sebagai cara untuk mengetahui kualitas kepemimpinan seseorang. Wirawan Tjahjadi (48 th), yang merupakan penerus perusahaan Kopi Bali adalah contoh bagaimana kepemimpinan harus dijalankan. Ia tak pernah berpangku tangan pun  tak segan ikut berpeluh mengangkat barang bersama lapisan terbawah karyawannya. Wirawan buka tipe orang yang senang menunjuk dan memberikan perintah apalagi berpakaian rapi dan parfum wangi layaknya seorang bos besar. Karena kebersahajaannya, sulit membedakan apakah Wirawan seorang karyawan biasa atau pemilik pabrik yang memproduksi kopi antara 5-10 ton per hari saat sedang berada di tengah kerumunan karyawannya.  Wirawan Tjahjadi.

Wirawan adalah orang yang berada di balik kesuksesan penyelenggaraan Indonesia Barista Competition dan Lelang Kopi yang keduanya diselenggarakan di lokasi pabrik Kopi Bali tanggal 8-10 Oktober lalu. Sebagai tuan rumah perhelatan besar ia selalu memastikan kebutuhan panitia dan peserta terpenuhi. Kalau dihitung, tak sampai lima menit ia berada di satu tempat karena ingin  semua urusan beres serta selalu wara wiri dengan kendaraan favoritnya, Yamaha Mio dengan celana pendek dan sneakers. Sepertinya semua orang di pabrik Kopi Bali sudah mahfum dengan sifat Pak Wi, nama panggilannya yang selalu bergerak dan bertindak cepat. Wirawan adalah generasi ketiga yang meneruskan bisnis kopi Bali sejak tahun 1993.

Sebenarnya waktu tinggal di Los Angeles di tahun 90an ia sudah enggan pulang ke Indonesia dan menikmati kehidupan nyaman di sana. Tapi apa daya, Djuwito Tjahjadi sang ayah memerintahkannya untuk segera pulang dan membantu pabrik kopi yang sudah berdiri sejak tahun 1935 ini. Setengah terpaksa ia pulang di tahun 92 sersama sang istri Cheryl yang berkebangsaan Amerika dan anak pertamanya saat itu Max.

Walau ia anak pemilik, tapi Djuwito tidak serta merta menjadikan Wirawan langsung memimpin operasional di Kopi Bali. Alih-alih ia malah ditugaskan Djuwito sebagai tukang sapu di pabrik dan tugas-tugas karyawan di level bawah. Selama setahun ia digembleng melakoni pekerjaan kasar dan ikut merasakan langsung bagaimana rasanya menjadi karyawan di bagian produksi.

Bekal itulah yang membuatnya paham akan arti kerja keras dan semakin mendekatkan hubungannya dengan karyawan di Kopi Bali yang saat ini berjumlah sekitar 100 orang. Baru setahun kemudian, Djuwito menyerahkan tugas sehari-hari pabriknya kepada sang anak. Dasar sifat Wirawan yang senang inovasi, ia memberi “kejutan” kepada ayahnya dengan membeli sebuah mesin espresso seharga 70 juta, sebuah harga yang sangat tinggi untuk sebuah bisnis kopi yang masih dijalankan secara konservatif dengan market kopi bubuk.

Saat itu Kopi Bali masih memasok kepada pengecer kecil termasuk pasar dan tentu saja dengan volume yang belum sebesar sekarang. Wirawan berpikir keras untu memasuki bisnis yang lebih besar yakni perhotelan dan cafe dengan cara memasok kopi dan mesin espresso secara bersamaan.

Tentu saja Djuwito  marah besar, tapi gagasan anaknya  yang dianggap rada “aneh” itu akhirnya diterima dengan berat hati oleh Djuwito, mungkin sambil berharap agar “kegilaan” ide anaknya berhasil.  Intusi bisnis Wirawan yang kemana-mana sering mengenakan topi itu  ternyata benar, karena secara perlahan hotel Bali Beach berhasil dijadikan pelanggan pertamanya lalu disusul oleh Hard Rock, Ritz Calrton (Ayana Resort), dan Hyatt. Menurut Vivi Sofia, keponakan yang menjadi tangan kanannya, “Pak Wi memang orangnya persisten, suka dengan inovasi, tapi gak tegaan”.

Kopi Bali kemudian dikenal bukan saja memasok kopi, tapi juga berbagai mesin espresso untuk semua kalangan terutama pihak hotel. Integrasi vertikal bisnis Kopi Bali sedikit banyak berhasil mendongkrak produksi roasting kopi yang sekarang lambang kupu-kupu dan bola dunia sudah menjadi ikon kopi Bali. Selain memasok kopi untuk dalam negeri, saat ini Kopi Bali sudah dikenal di berbagai negara seperti Australia, Korea, Taiwan, Singapura, Belgia, hingga kepulauan kecil milik Amerika di Pasifik, Guam.

Itu sebagian kisah yang ia ceritakan kepada saya saat berlangsungnya kedua event kemarin. Bagi yang mengenalnya, Pak Wi adalah a few good boss !

12 replies
  1. iyan
    iyan says:

    saya pribadi pernah bekerja sebagai karyawan dari bagian kecil usahanya…..pak wewe orangnya perhatian sama karyawan, ngga tegaan dan waktu gathering karyawan saya dapat tv dari beliau nya… thanks pak wewe….walo beda usaha …sekarang sama2 pengusaha ….heheheheh

  2. sutrisno
    sutrisno says:

    Pak Toni,utk produknya ngga ada ulasannya nih?single origin kah?specialty grade atau gimana gitu?

  3. eris
    eris says:

    inilah salah satu bos kopi yg paling saya kagumi…pertama kali ketemu saat caswells coffee buka dibali…low profile dan bersahaja. itulah bos sejati…

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] saat kuliah di STIKOM Bali, ia magang sebagai pemandu tur di pabrik Kopi Bali milik Wirawan Tjahjadi selama lima tahun hingga 2008. Setelah menamatkan kuliahnya dibidang komputer ia bekerja pada […]

  2. […] saat kuliah di STIKOM Bali, ia magang sebagai pemandu tur di pabrik Kopi Bali milik Wirawan Tjahjadi selama lima tahun hingga 2008. Setelah menamatkan kuliahnya dibidang komputer ia bekerja pada […]

  3. […] This post was mentioned on Twitter by EventBali, toniwahid. toniwahid said: Wirawan Tjahjadi, boss kopi Bali yg nyentrik : http://bit.ly/92MfGz […]

Comments are closed.