Pesawat yang saya tumpangi mendarat dengan selamat pada pagi yang cerah di bandara Incheon yang megah setelah menempuh 7 jam penerbangan non stop dari Jakarta. Ini perjalanan dalam rangka tugas kantor yang kedua kali sejak 2010 yang lalu untuk bertemu para rekanan bisnis. Saya selalu miris melihat kehebatan bandara kelas dunia seperti Changi di Singapura, Chek Lap Kok di Hong Kong, KLIA di Kuala Lumpur, Shuvamabhumi di Bangkok. Sebuah perbandingan kontras dengan apa yang dirasakan di bandara tersayang di Jakarta. Bandara Incheon adalah refleksi modernitas dan kerja keras, serta efisiensi tingkat tinggi warga Korea yang dibalut teknologi terhebat.

Pemeriksaan imigrasi berlangsung dengan sangat cepat dan Visa single entry saya langsung distempel tanpa banyak tanya oleh petugasnya. Setelah mengambil koper, langsung berjalan ke arah pintu nomor 4 , tempat bis yang akan langsung mengantarkan saya ke hotel, lengkap dengan jadwal yang tertera dan semuanya dengan presisi tinggi hingga ke menit-menitnya. Selamat datang di Seoul !

Menempuh perjalanan hampir 90 menit, saya tiba menjelang siang di hotel Ritz Carlton, di kawasan bisnis kota Seoul dan langsung di antar menuju kamar oleh bell boy-nya. Pengalaman panjang bepergian ke luar negeri dan selalu menginap di banyak hotel membuat saya terbiasa menyiapkan tips untuk orang super penting di hotel : door man, bell boy, housekeeping, dan room service. Uang yang sudah dilipat kecil dan dijepit antar jari adalah sebuah gesture penting saat memberikan tips. Saya berpendapat bahwa pekerja hotel harus dihormati dan dihargai dengan pemberian uang tips yang tidak menyolok seperti kita membeli sesuatu. Tapi ternyata Ritz Carlton sudah menerapkan “No tipping policy” dan mereka menolak dengan halus sambil membungkukan badan. Ya sudahlah.

Biasanya saya selalu memilih hotel yang menyediakan layanan “all day breakfast” sebuah keharusan karena hobi aneh saya menyantap jenis makanan ini setiap saat. Jadi in-room breakfast di saat makan siang mungkin sebuah anomali bagi sebagian orang, tapi adalah pilihan yang sah buat saya. Dan satu termos kecil kopi menjadi penutup cantik sarapan ala Amerika yang menyuntikan sedikit sengatan elektronik untuk penambah semangat di hari pertama yang melelahkan ini.

Jam dua saya sudah dijemput oleh kolega kantor demi menghadiri pertemuan awal yang akan berlangsung setengah harian. Sebagaimana yang sudah saya katakan, perlu stamina kuat untuk melakukan pekerjaan seperti ini walau waktu di sini hanya terpaut dua jam lebih maju dibandingkan Jakarta. Pertemuan hanya berlangsung hingga sore hari dan ditutup dengan jamuan makan malam disebuah restoran lokal hingga menjelang jam 10 malam. Langsung kembali ke hotel dan membenamkan diri dalam kenikmatan kasur hotel berbintang, badan ini sudah terlalu lelah untuk membersihkan diri. Sedikit gambaran keseharian yang biasa saya jalani saat bertugas di luar negeri yang belum seberapa dibanding perjalanan puluhan jam ke Amerika Serikat.

Berjalan menuju pantry saat rehat siang saya menemukan beberapa karyawan perempuan sedang asyik menyeduh kopi, sebagian meraciknya dengan susu segar dan es batu. Dengan lebih dari 300 karyawan yang mayoritasnya perempuan, kopi sudah menjadi menu wajib di sela jam kerja mereka yang sangat panjang.

Ini kedai kopi kedua yang saya kunjungi saat berada di Korea, 5EXTRACTS, masih di kawasan Hongdae yang artistik dan saya berharap yang cafe satu ini punya modalitas untuk saya tulis. Tentunya tak salah saat pertama memasuki ruangan luasnya yang ditata dengan berbagai barang aneh dengan dominasi kayu dan warna coklat tua. Tapi pemandangan langsung tertuju kepada syphon bar  yang menggunakan tungku pemanas dari perusahaan Jepang, Bonmac Crema yang harganya 20 ribuan dolar. Inilah menu yang saya pesan, kopi yang diseduh dengan alat syphon termahal sejagat raya. Mereka menawarkan kopi Ethiopia, entah dari perkebunan mana, tapi yang jelas  secangkir kopi dengan body enteng, dan warna yang tampak muda cukuplah memuaskan dahaga akan zat kafein di hari terakhir saya di kota ini.

Di bagian bar yang lain, mesin espresso Synesso, tidak jelas tipenya yang sekilas mirip Hydra dan 5EXTRACTS sudah  mempersiapkan “tweak” khusus brewing andalan mereka. Misalnya bila menggunakan kopi dari Guatemala Dan Antonio, mesin dipasang pada posisi 9 bar, suhu air 92 derajat celsius, dosing 23.69 gram, dengan brewing ratio 112%. Pelik ? Itulah tulisan yang terdapat di belakang bar mereka yang saya coba pahami makna harfiahnya, tapi sayangnya sang pemilik sedang berbulan madu.

Cafe seperti 5EXTRACTS adalah sebuah ilustrasi bagaiamana specialty coffee di Korea sudah pada tahap lanjutan walau sekali lagi saya tak menemukan kopi Indonesia di sini. Terakhir, walau hanya dua tempat yang berhasil saya kunjungi, tapi semoga tulisan ini memberikan sedikit gambaran suasana cafeinista di Korea. Saya harus memuji kemajuan negara ini dalam menyajikan specialty coffee dan tak takut dengan banjirnya franchise warung kopi dari luar. Mereka tak perlu berlokasi di pusat perkotaan, namun di kawasan pemukiman seperti cafe ini dan tak takut kehilangan pengunjung. Menurut saya, Indonesia sedang bergerak ke arah ini dengan kecepatan yang mengejutkan seiring dengan semakin kuatnya kelas menengah di negeri ini.

*  *  *

 

 

 

 

9 replies
  1. titha
    titha says:

    Love at first sight with cikopi.com !
    Ceritanya menarik, penulisannya enak dibaca, fotonya selalu bikin biang “wooow!”, penulisnya pun enak diliat. Hehe
    Terimakasiih pak toni atas sharingnya 🙂

    Hallo Titha, terima aksih sudah mampir dan selamat membaca “racun” di blog ini 🙂

  2. Anto SW
    Anto SW says:

    Keren…
    Mengilhami saya yg berencana buka kedai kopi di kota kecil
    Namun, masih terbatas dengan peralatan yg masih manual

    9 dari 10 lah….atas reportase-nya

  3. Julian Dani
    Julian Dani says:

    asik interiornya.. tp kok agak sepi,ga pas jam org ngopi kali ya?

    btw pak TW fotonya uda ada yg mulai berbau2 instagram haha.. :p

  4. teddy
    teddy says:

    keren banget semuanya..orangnya,perjalanannya,tulisannya,tempatnya,peralatannya,dan kopinya dan jangan lupa cendra matanya Bos….

  5. kolom.jmzacharias.com
    kolom.jmzacharias.com says:

    Keren, saya [seakan-akan merasa berada di sana] menikmati pengalaman ini. Seru juga kl artikel2x spt tulisan di atas beserta olahan foto2xnya dibukukan dalam annual book series bisa jadi merchandize yang menarik. Dan juga souvenir unik bagi pemilik kedai2x kopi yang pernah dikunjungi.

    Untuk 5Extracts, sepertinya tidak hanya 5 extracts yang terkandung namun 6 extracts he2x, karena ada satu extract lain: feel-nya (unique experience) yang dibangun dari perpaduan interior dengan kompisisi kayu tradisional serta suasana yang feel-nya dapet banget, mixed dengan background lemari rak buku, susunan kayu-kayu pada langit2x atapnya dengan komposisi per section yang berbeda-beda. Seru juga ya :). Terima kasih atas sharingnya.

  6. Budiman
    Budiman says:

    Pak Tonny kerja apa dan di mana sih? 🙂

    Perusahaan Gap Inc., di departemen Social Responsibility.

Comments are closed.