The coffee was roasted more than 24 hours ago, but I was simply too impatient to wait any longer, although normally it takes around 3 to 4 days of sitting it out after it’s being roasted so it can be enjoyed in its peak. The beans that were originally weighing at 30 grams had lessened into 20% of its amount, due to the oxidizing water content when it got in touch with the steam from the Princess popcorn maker. And the result was…

 

Image 2:

Organic Gayo. Gayo coffee that has been organically processed and sent by one of its farmers, Hendra Maulizar.

 

A farmers’ chief from Gayo came to see me in Jogja when I visited the city last month and promised to send his organically processed coffee beans, and those were the beans I used for my experiment roasting coffee in a popcorn maker. Before I began, I was informed by my buddy Albert Gunawan – the guy who owned the machine – that its capacity was not that big. But of course it didn’t stop me from going ahead with the experiment, did it? So before I began my roasting experiment, I prepared several aiding equipment, such as:

 

1. A thermometer to measure the heat coming from the chamber.
2. A digital scale
3. A coffee spoon
4. An airtight container
5. A well ventilated space
6. Offerings for the coffee gods, the wind gods and otherworldly beings…

… and I was off!

Image 3: Small capacity. I roasted 30 grams of coffee in this popcorn maker, although it’s quite possible to double the amount if you wish to do so.

Capacity: I just want to point out that not all popcorn makers are the same, especially when it comes to power and capacity. So if you own one that is similar to the one I used, please reread the manual and adjust the setting to the recommended specifications. When I started the experiment, I put in 75 grams of coffee, but the beans just ended up sitting there instead of moving. So I reduced the amount bit by bit and finally I found out that 30 grams turned out to be the ideal amount, as evident by the beans being moved around by the hot steam from the Princess popcorn maker.

A Thermometer: It definitely helped having it around, despite being used to measure the heat produced by the popcorn maker only, since the machine didn’t come with a heat setting. But the thermometer was actually used to record the temperature when the first and the second cracking of beans started, which I didn’t do when I attempted the roasting experiment for the first time.

Ventilation and chaft: Roasting could get very hot, and I could feel the heat coming out quite strongly, so I suggest doing it somewhere spacious. Not to mention the chaft flying out and landing everywhere, even though I was only roasting 30 grams of coffee beans.

As you can see, the photo above shows the stages of the 10 minutes roasting process from the first until the last minute of it. Ten minutes is a rather relative number, so the duration can fluctuate according to the capacity of the coffee we roast. Finally, I dare to assume – judging from the color of the roasted coffee beans – the roasting result was quite satisfactory, if not different. It’s not Probat anyway, and on this stage I had to do further waiting as well as tidying up the place what with the chaft bits scattered everywhere, until I could taste the freshly coffee the following day.

 

Image 5: Roasting result after 10 minutes, with the remains of the chaft visible on some of the beans. 

Last night I ground the 10 grams of coffee with a coffee grinder in a coarse setting as I was thinking of brewing it Tubruk-style. My folks used to say; to find out the actual taste of the coffee itself, even coffee intended for espresso has to be ground first, and I agree wholeheartedly. After grinding it, I inhaled the aroma, and it was unbelievable, how Gayo coffee could smell so beautiful, despite being roasted in a popcorn maker. Thank you, divine beings of coffee deities!

I encourage those of you who happen to have popcorn makers to do your own roasting experiments, as what I’ve done here (Philocoffee did the same thing with a similar machine, but from a different brand), and start an endless journey to get to know the character of your coffee more intimately. Should you fail? Then you fail. Don’t over complicate any roasting process, because I’m sure you will eventually get the results you want and feel the joy I have felt that evening. Thanks so much to my dearest friend Albert Gunawan for lending the machine to me.

*  *  *

Popcorn Roasting 

Kopi yang di roasting sudah lebih dari 24 jam, tapi saya sudah tak sabar untuk mencobanya walau biasanya didiamkan dulu 3 hingga 4 hari sebelum dinikmati. Biji kopi yang asalnya 30 gram sudah berkurang hingga 20% akibat kandungan airnya menguap saat terkena uap panas di alat pembuat popcorn merek Princess. Ternyata hasilnya …

Seorang ketua kelompok petani dari Gayo menemui saya di kota Jogja saat saya berada di kota ini bulan kemarin dan berjanji untuk mengirimkan contoh biji kopi organiknya. Kopi inilah yang saya jadikan percobaan untuk di roasting di alat popcorn maker. Sebelum memulai saya sudah diberi tahu oleh sahabat Albert Gunawan pemilik alat ini, bahwa kapasitasnya tidak terlalu besar. Tentu bukan halangan untuk mencobanya bukan ? Sebelum memulai roasting saya menyiapkan beberapa peralatan pendukung terlebih dahulu yang antara lain :

1. Termometer untuk melihat berapa panas suhu di dalam chamber.
2. Timbangan digital
3. Sendok kopi
4. Kontainer kedap udara
5. Ruangan berventilasi cukup
6. Sesaji untuk para Dewa Kopi, Dewa Mata Angin, dan Ketua Kaypang …

Mari kita mulai peribadatan qahwah yang kita cintai ini.

Kapasitas : Saya cuma ingin menggarisbawahi bahwa tidak semua alat pembuat popcorn bisa disamaratakan, utamanya pada daya listrik hingga kapasitasnya. Jadi bila Anda punya alat yang sejenis, mohon untuk membaca kembali buku petunjuknya dan sesuaikan dengan spesifikasi yang dianjurkan. Pertama kali saya mencoba menuangkan 75 gram kopi, tapi biji kopi hanya diam di tempat alias tidak berputar. Dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya 30 gram adalah kapasitas yang cukup saat melihat butiran kopi berputar dihembus oleh udara panas dari Princess.

Termometer : Sebuah pengukur suhu bisa membantu walau sekedar melihat panas yang dihasilkan karena tentu saja alat ini tidak dilengkapi dengan pengatur panas. Tapi termometer sebenarnya digunakan untuk mencatat suhu pada saat terjadi crack pertama dan kedua, hal yang belum saya lakukan pada percobaan pertama ini.

Ventilasi dan chaft. Roasting itu panas dan saya merasakan hembusan udara panas yang cukup kuat, jadi sebaiknya dilakukan di ruangan yang cukup luas. Belum lagi chaft atau kulit biji kopi yang bertebaran kemana-mana walau isinya hanya 30 gram saja.

Di foto atas bisa terlihat tahapan-tahapan dalam rangkaian 10 menit roasting dilakukan hingga menit terakhir saya mengakhiri proses ini. Sepuluh menit adalah angka relatif, jadi waktunya bisa berfluktuasi sesuai dengan kapasitas kopi yang kita roasting. Akhirnya saya mencoba untuk berani berasumsi,  setidaknya melihat dari warna biji kopi hasil roasting yang cukup “lumayan”, kalau tidak mau dikatakan agak berbeda. It’s not Probat, anyway … Pada tahap ini saya harus menunggu lagi dan kembali membereskan chaft yang berserakan di mana-mana sebelum berniat mencobanya keesokan harinya.

Malam tadi saya memasukan 10 gram biji kopi ke penggiling kopi dengan ukuran sedikit kasar karena akan diseduh dengan metode tubruk. Orang tua saya bilang, kopi untuk espresso sekalipun harus ditubruk dulu untuk mengetahui secara lengkap rasanya dan saya setuju dengan pendapat beliau.  Setelah selesai digiling lalu saya menghirup aroma kopinya …..  ah rasanya tak percaya, betapa aroma coklat kopi Gayo yang begitu indah ini keluar dari bubuk kopi hasil roasting alat pengembang biji jagung ini. Terima kasih Dewa Kopi !

Jadi saya mengajak Anda yang kebetulan memiliki alat ini untuk melakukan percobaan sebagaimana yang sudah saya lakukan (Phillocoffee sudah melakukan dengan alat yang sama, tapi dengan merek yang berbeda) dan memulai sebuah pengembaraan tak berbatas untuk lebih mengenali kepribadian kopi. Bagaimana kalau gagal ? Biar saja. Tak usah membuat proses roasting menjadi rumit karena saya yakin Anda akan segera menemukan hasil yang sesuai harapan dan merasakan kegembiraan sebagaimana yang saya alami malam itu.

Thanks so much to my dearest friend Albert Gunawan yang sudah meminjamkan alat ini untuk saya coba.

*  *  *

Image 7: Coffee Awesomeness. Forgive me for skeptically doubting the popcorn maker, but with all its simplicity, it’s able to produce an awesome coffee experience! It’s definitely a pleasant surprise for any self-roaster enthusiasts who wish to explore the roasting journey further. 

Kopi Gayo Organik, Hendra Maulizar di 0821 68234444. 

 

8 replies
  1. Dennys Coffee
    Dennys Coffee says:

    waw nice share om TW , cukup lah itu ya buat home roasting .. bagi yang mau belajar ke tingkat mesin roasting yg lebih profesional , like probat ! ^_^ ..

    btw owner saya pun mendesain roasting machine om TW .dengan cara “Blind Roast” terinspirasi dari mesin cuci katanya , dan alhasil tidak terlalu mengecewakan hahahahahah . untuk membuat whole beans dengan tingkat medium roast / full city roast dengan hasil yang rata .. kapan2 main dong om TW ke coffee shop kami 😛 .. btw nice artikel

    – Yup nanti saya mampir.
    Drum mesin cuci ? Interesting !

  2. albert g.
    albert g. says:

    mas Toni.

    kemarin sempat nyobain popcorn roaster nya lagi bareng temen, with aroudn 50-60grams of coffee the coffee beans would turn by it self.

    but after around 10minutes itu plastik grill di atasnya mulai bereaksi karena terlalu panas. kalau di lanjutin sepertinya bisa meleleh. kelihatan jadi bubbly dalamnya.

    hasil roasting ngga jauh dari foto mas toni, banyak uneven dan chaff nya masih menempel.

    so kesimpulan saya kalau sering” buat roasting kopi bisa jebol ini barang. kecuali di buat modifikasi supaya tutup bisa di buka dan mesin tetap menyala.

    – Tinggal di override supaya switch tetap menyala walu tutup plastiknya dibuka 🙂
    All in all, dengan segala keterbatasan yang ada, alat ini bisa jadi pembelajaran proses roasting dan moga2 menarik minat untuk investasi ke alat yang lebih serius seperti Probat 🙂

  3. hideo
    hideo says:

    kopi mentah eceran buat belajar silahkan hubungi mbak christine sapan (TORAJA) coffee 081328842990.
    atau pak win qertoev (GAYO) 08129997549

  4. arif
    arif says:

    waah mantapp.. jadi pengen nyoba nih.
    tapi beli biji kopi mentah dimana ya di jakarta??
    mohon pencerahannya suhu. 😀

  5. Sivaraja
    Sivaraja says:

    Saya dulu mulai juga dari popper (popcorn machine) lumayan buat belajar2 🙂
    setiap hari setelah roasting itu bisa dicoba dan hasilnya terasa perbedaannya kalau mau lebih detail bisa dicatat jadinya tau kapan optimumnya (tapi in my case biasanya sudah habis dulu)

  6. anto'
    anto' says:

    hadeeeh.. rajoet lagiih.. 😀
    pernah di kasih wejangan sama salah satu roaster, katanya satu minggu setelah roasting adalah waktu yang tepat untuk mulai menikmati biji kopi..

    apa bisa diabaikan jadi 24 jam yaa pak Toni ?
    hahaha..

  7. andy kho
    andy kho says:

    Inilah eksperimen yg sdh agak lama ditunggu2 hehe..
    Oom Nug sudah sempet maju mundur mau beli alatnya, mungkin skrg akan jadi pantang mundur..
    Home roasting,tahap selanjutnya yg pengen dijamah; hambatannya sekarang adalah turunnya urgency gara2 kang TW yg sdh ngenalin dgn dgn micro-roaster handal haha..

  8. albert gunawan
    albert gunawan says:

    wah cepat sekali langsung di review mas toni.

    you’re most welcomed and it’s my pleasure 🙂

    haha.. baru 24jam dah di cobain. jadi inget pertama roasting di perth pakai popcorn roaster merek breville crazy popper.. + cooling pakai sieve. walau hasil ga rata tetap saja penasaran dan sangat senang.

Comments are closed.