“Pagi-pagi kami berikan telur ayam kampung, kemudian dikasih madu. Luwak binatang yang bersih, bukan makan dan buang hajat di mana-mana. Sorenya kami makan buah-buahan, pisang, pepaya, apel Malang, secara bergantian. Kalau hari ini dikasih telur, besoknya dikasih ayam kampung. Maaf ya, saya belum pernah ketemu luwak pergi kepasar beli ayam kampung. Jadi kita harus berkepriluwakan, luwak itu jangan dimanusiakan, tapi harus diluwakan”

Itu penuturan dari Suprianaduri petani kopi luwak dari Kopi Malabar di kawasan Bandung Selatan yang  piawai membuat peserta Temu lapang Kopi dibuat terhibur dengan gaya bicaranya yang berlogat Sunda kental. Ini adalah hari kedua Temu Lapang Kopi 2011 yang diadakan di Kebun percobaan Andungsari, Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, setelah sehari sebelumnya diadakan di kebun Kaliwining, Jember. Perjalanan dari Puslit Koka di kota Jember menuju lokasi ditempuh hampir dua jam terlebih karena jalanan terjal saat akan memasuki area perkebunan.

Kebun percobaan Andungsari terletak diketinggian 1000 meter di atas permukaan laut dengan luas lahan sekitar 100 hektar. Pertama kali dibuka sejak tahun 1995 setelah dua tahun sebelumnya diadakan land clearing berupa persiapan lahan perkebunan dan pembangunan infrastruktur transportasi. Karena terletak di dataran tinggi, kebun Andungsari sangat sesuai untuk ditanami kopi jenis arabika dan di kebun percobaan inilah Puslit telah berhasil mengembangkan beberapa varietas kopi unggulan seperti Andungsari 1 dan 2K, Usda 762, Sigarar Utang, dan terakhir “Komposit” yang dikenalkan kepada peserta Temu lapang Kopi.

Varietas Komposit ini merupakan primadona baru dengan keunggulan kuantitas panen yang bisa mencapai 4 ton per hektar, bandingkan dengan varietas lain yang hanya bisa menghasilkan maksimal satu ton per hektar lahan kopi.  Verietas komposit juga bisa menghasilkan keseragaman biji kopi selain daya tahannya terhadap hama karat daun, hantu yang menakutkan bagi para petani kopi. Angin kencang adalah musuh alami petani kopi yang bisa merontokan daun bahkan merobohkan tanaman kopi. Nah, varietas komposit telah diuji lebih tahan terhadap terpaan angin selain dari beberapa keunggulan yang telah disebutkan tadi.

Dalam hal peternakan kambing yang dikelola di perkebunan Andungsari ini, Surip Mawardi dari Puslit Koka menjelaskan bahwa daging kambing bukan tujuan utama, bahkan merupakan limbah. Tapi kotoran yang dihasilkan bisa digunakan untuk pemupukan tanaman kopi tanpa harus menggunakan pestisida. Produk lainnya yang bisa dihasilkan adalah bahan bakar biogas sehingga petani bisa memasok kebutuhan listrik untuk keperluan kebunnya.

Setelah puas berkeliling perkebunan kopi dan melihat penangkaran luwak, para peserta kemudian berkumpul kembali dalam sebuah diskusi terbuka dan tanya jawab dalam panel yang dipimpin oleh para peneliti Puslit. Salah satunya adalah pengalaman penangkaran luwak yang disampaikan oleh Suprianaduri tadi. Dengan kecintaan sepenuh hati terhadap luwak, saat Nuri sebagaimana ia biasa dipanggil, telah berhasil menangkarkan ratusan luwak. Pengalaman penangkaran membuatnya paham tentang siklus atau masa subur luwak dengan rentang 18-21 hari dan masa kehamilan selama 3 bulan.

Surip Mawardi memang sengaja mengundang Nuri  karena keberhasilannya sebagai motivator dalam isu pemberdayaan petani yang saat ini sudah berjumlah 163 orang. Ia yang pernah berkunjung ke penangkaran luwak milik Nuri memuji kebersihan fasilitas yang disediakan. Selain resiknya kandang luwak Surip juga sangat terkesan dengan rasa kopi luwak yang mereka hasilkan, “Selama saya cupping kopi  di Indonesia, belum pernah saya merasakan bright acidity seperti yang kopi dihasilkan oleh Pak Nuri” ujarnya yang disambut tepuk tangan para peserta Temu lapang Kopi.

Itulah sebagian dari kegiatan hari terakhir Temu lapang Kopi 2011 yang penuh dengan keterbukaan dalam berbagai diskusi yang penuh keterbukaan antara peneliti Puslit dan para pelaku bisnis kopi terutama para petani sebagai tulang punggungnya. Berbahagialah para petani kopi Indonesia yang punya lembaga penelitian  Puslit Koka yang tak henti mencurahkah segenap kemampuan ilmiah mereka menghasilkan berbagai temuan ilmiah dan produk-produk demi membangun masyarakat tani yang lebih maju dan diharapkan  mampu menghasilkan kopi Indonesia yang berkualitas.

Banyak peserta yang optimis termasuk dari kalangan pebisnis bila dalam satu dekade kedepan negara ini akan berhasil menyalip Brazil sebagai penghasil kopi terbesar di dunia. Sebuah harapan yang bisa menjadi kenyataan bila terjadi sinergi yang kuat antara para pelaku industri perkopian yang akan selalu ditopang oleh lembaga Puslit Koka. (Jember-Bondowoso, 15-16 Juni 2010)

 

6 replies
  1. jawara coffee
    jawara coffee says:

    setuju pak…. memang puslit sangat di butuhkan bagi para petani,.. namun sayangnya harga mesin mesin yang di jual di sana maish selangit…. tdk mungkin petani dan UKM kopi bisa membelinya…

  2. Barry
    Barry says:

    saking canggihnya yang moto…. tatapan para mbe aja bisa fokus terarah saat mau difoto…. bisa nurut gitu… canggih.. canggih… 😀

  3. Andreas
    Andreas says:

    Hmmm ….. tulisan di atas sangat mewakili apa yang terjadi di tanggal 15 & 16 Juni yg barusan lewat ……

    OTT nih ….. saya sangat tertarik dengan foto kang Toni yang ada foto kambingnya …. itu bagaimana caranya yah kok semua kambingnya bisa posing ke arah kang Toni ? hehehehe …. moment yang sangat tepat !!!!!

    mungkin mereka menganggap saya mbek’ betina, jadi pada kompak melirik 😀

  4. Philocoffee Project
    Philocoffee Project says:

    Pak, mau tanya, apakah di sana juga dibicarakan soal kesejahteraan para petani kopi? Jika dibicarakan, seberapa signifikan?

    Jika kita kaitkan kesejahteraan petani dengan fenomena Kopi Luwak, dalam hal ini konteksnya Kopi Luwak Tangkar, ada benang merah: peluang untuk meningkatkan kesejahteraan.

    Karena kopi luwak bisa dijual dengan harga di atas-atas rata, pada saat bersamaan taraf ekonomi para petani paling maju sampai pada titik gali lubang tutup lubang, maka Kopi Luwak menjanjikan keuntungan tersendiri.

    Sejak beberapa tahun lalu, terutama sejak tayangan Oprah, Kopi Luwak menjadi glorifikasi, itu ditambah dengan keberhasilan PTPN XII dalam menangkarkan Luwak, semakin terglorifikasikanlah Si Kopi Luwak itu.

    Jadi, fenomena ini sebenarnya kalo dilihat dari titik tertentu sangat menggembirakan lantaran sebagian petani bisa melampaui garis kemiskinannya, dan pada titik yang lain, itu juga menandakan ada kesenjangan antara petani sebagai penghasil bahan baku komoditas dengan pihak lain sebagai distributor atau pelaku industrinya yang belum berhasil diatasi.

    – Kesejahteraan petani tentu dibicarakan selama Temu Lapang Kopi. Tentang kopi luwak, saya setuju dengan pernyataan Wk. Menteri Pertanian, jika produknya membanjiri pasar, maka yang berlaku adalah hukum supply & demand. Menjadi petani kopi biasapun bisa sejahtera, selama produk yang dihasilkan memenuhi kualitas, seperti kasus kopi Bondowoso yang baru saja diekspor ke Swiss.

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] kiriman contoh Kopi Luwak Malabar. Awal mula kami tertarik dengan Kopi Luwak Malabar ketika membaca kesaksian Toni Wahid seperti yang kami kutip di atas bahwa ada penangkar Luwak yang memberikan Luwak peliharaannya […]

Comments are closed.