BUMN seperti PTPN XII memang diberi tugas untuk berbisnis dan menghasilkan keuntungan dari core bisnisnya, menjual biji kopi mentah. Tapi perusahaan yang telah berdiri semenjak abad ke 20 ini sudah melangkah jauh dengan masuk ke industri hilir dan berhadapan langsung dengan end-user, cafe. Inilah ide “nakal” yang mulanya mendapat tantangan dari petinggi dan kolega perusahaan saat akan memulai Rollaas, nama yang dipilih untuk kedai kopi mereka yang genap berusia satu tahun di bulan februari 2011. Posting ini adalah sebagian cerita di belakang pendirian kedai kopi Rollaas, yang sekarang sudah mempunyai dua lokasi di jantung kota Surabaya.

Rollaas itu artinya 12, dari PTPN XII yang salah satunya memproduksi komoditas kopi termasuk penangkaran luwak untuk jenis kopi eksotis ini. Saat mereka  mengadakan marketing research untuk mengetahui pendapat publik di Jakarta mengenai kopi luwak mereka, saya termasuk salah satu yang diundang pada acara di bulan November 2009 yang lalu. Hasil jajak pendapat publik saat itu cukup positif dan lebih meyakinkan perusahaan negara ini untuk melangkah dalam bisnis cafe sebagai salah satu bentuk pemasaran kopi luwak mereka. Maka jadilah PTPN XII sebagai perusahaan yang vertically integrated, hulu ke hilir, penanaman, pengolahan, hingga penjualan ke konsumen langsung.

Selain kopi, PTPN XII mempunyai bidang usaha lain yang tak kalah besar dibidang komoditas karet, kakao, perkayuan, dan teh dengan konsesi lahan seluas 81 ribu hektar. Selain bisnis induk, perusahaan BUMN ini mengembangkan usaha lain dibidang wisata agro yang berada di lima lokasi yakni Kediri dan Bondowoso untuk kopi, dan tiga lokasi lainnya di Jawa Timur untuk teh dan wisata alam.

Kedai kopi mereka yang kami kunjungi bersama rekan2 panitia Indonesia Barista Competition (IBC) berlokasi di Tunjungan Plaza yang merupakan salah satu mall yang paling ramai dikunjungi masyarakat Surabaya apalagi di akhir pekan kemarin. Dengan luas sekitar 80 meter persegi, Rollaas di desain dengan memadukan unsur interior modern dengan penggunaan furniture kayu yang dimaksudkan untuk menghangatkan suasana. Di salah satu dinding terdapat tumpukan kayu kopi hingga ke plafon yang ditata sedemikian rupa sebagai elemen interiior yang terintegrasi secara cantik.

Di bagian bar mereka menggunkan mesin super otomatis Jura high-end tipe Impressa untuk keperluan komersial yang menggunakan display elektronik hingga tinggal pencet tombol untuk setiap penyajian menu kopi yang dipilih. Di sebelahnya mesin espresso manual lain yang saya tidak kenal mereknya berikut satu mesin Wega di sebelah desktop favorit saya iMac.

Tentunya kopi luwak adalah menu jagoan Rollaas, dan mereka selalu menyajikannya dengan syphon coffee maker di depan tamu. Sebelum dan sesudah diseduh, barista akan mempersilakan pemesan untuk menghirup aroma kopi yang terdapat dalam alat seduh syphon tersebut. Karena menggunakan air dengan suhu ruang dan bukan air panas, proses brewing bisa berlangsung hingga 20 menit. Biasanya saya yang ingin serba cepat selalu menggunakan air yang siap mendidih atau sekitar 90 derajat agar proses menyeduh dengan syphon berlangsung dengan cepat.  Tidak terbatas dengan kopi luwak, bila Anda ingin menu kopi yang lebih fancy Rollaas, juga menyediakan sajian kopi dengan campuran karamel seperti yang saya pesan di bawah.

Sayang karena kunjungan ini harus dipersingkat karena diburu oleh jadwal penerbangan ke Jakarta, jadi saya berbesar hati bila di waktu yang akan datang saya bisa mengunjungi perkebunan kopi mereka saat panen raya di bulan Juli-Agustus. Terima kasih Pak Dudiek, saya sudah menunaikan janji untuk berkunjung ke sini dan menunggu undangan selanjutnya 🙂 . Salam.

* * * * *

4 replies
  1. Dudiek
    Dudiek says:

    Om Toni,
    Bagus tuh tulisan & gambarnya… . Bidikan gambar Om Toni yahud banget.
    Sayang kita ketemu cuma sebentar waktu ada IBC 2011 di Surabaya. Next time kita bisa ngobrol lagi tentang kopi…
    Thanks your attention Om Toni…..

  2. Adi
    Adi says:

    om toni keliling surabaya…
    belum jodoh ni sama om toni, padahal pengen banget ketemu, hope next time…

Comments are closed.