beng2

Beng Rahadian (39) masih mengingat dengan jelas saat ia membuka lembar demi lembar komik Mahabarata, sebuah karya ter-epik dalam sejarah komik Indonesia, karya RA Kosasih. Waktu itu Beng masih duduk di bangku sekolah menengah di kota Bandung dan orangtuanya yang berprofesi sebagai seorang guru punya kebiasaan mengenalkan bahan bacaan berupa komik kepada Beng kecil yang kelak akan mengubah cara pandangnya tentang seni kreatif yang membangkitkan imaji tak terbatas.

Saya bertemu dengan Beng di sore beberapa hari lalu di studionya yang baru saja pindah di lokasi yang sekarang baru ditempati,  Jl. Guru Mughni, di belakang Gatot Subroto, Jakarta untuk berbincang tentang karyanya yang baru saja terbit, “101 Canda Kopi”.

beng

Secara singkat “101 Canda Komik” adalah eksplorasi langsung seorang Beng Rahadian tentang kultur, adat, satire, kebiasaan nyeleneh, dan tentu saja sarat dengan berbagai humor dimana kopi sebagai tema pokoknya. Komik ini merupakan kumpulan karyanya yang hingga kini masih diterbitkan oleh Koran Sindo Jakarta. Di bulan Desembar kemarin, kompilasi “101 Canda Kopi” baru saja diterbitkan oleh Cendana Art Media dan bisa didaptkan di berbagai toko buku di Indonesia.

Komik tentang kopi merupakan refleksi perjalan pribadi Beng yang sudah bertahun-tahun mengamati banyaknya kebiasaan orang-orang dalam menyikapi secangkir kopi. Ia menemukan kekayaan narasi yang seakan tak pernah habis, yang serius hingga menggelikan dan banyak yang berkaitan dengan kearifan budaya setempat.

Misalnya Beng mengangkat tentang penganan “Jadah Kopi” ketan panggang yang diisi dengan bubuk kopi dan gula, sebuah kekayaan gastronomi Indonesia yang sudah sangat jarang terlihat. Di lain halaman ia menyitir kebiasaan menikmati kopi tubruk dengan gula aren. Ada lagi istilah “Kopi Pangku” sensualitas saat orang menikmati kopi sambil memangku perempuan.

Kopi Gaya ? sibuk mendokumentasikan kopi di media sosial hingga kehilangan kesempatan untuk menjadi sosial dengan manusia di dunia nyata. Mungkin saat penghujung bulan Anda cocok menikmati kopi “Miranti” atau sebuah akronim yang artinya “minum sekarang bayarnya nanti”.

canda-kopi

Tentu semua istilah itu dikemukakan dalam 3 hingga 4 adegan yang dirangkai dengan dialog yang pelakunya yang bernas atau sindiran yang begitu mengena dan membuat siapapun yang membacanya akan tersenyum sendiri saat menikmati komik ini.

Beng Rahadian

Beng adalah pendiri Akademi Samali, sebuah gerakan yang ia pimpin  sendiri sebagai upaya untuk membangun pilar industri komik Indonesia yang mandiri. Banyak kegiatan yang telah mereka lakukan sejak Akademi ini berdiri di tahun 2005 yang berupa pameran atau program edukasi yang sudah biasa mereka gelar sejak organisasi dibangun. Di namakan Akademi Samali karena dulu mereka bermarkas di Jalan Samali, Pasar Minggu, Jakarta. Lalu tak lama pindah ke jalan Mampang Prapatan, hingga akhirnya menempati kantor baru di Jl. Guru Mughni No. 8, Jakarta Selatan.

Saat berkunjung, di kantornya banyak berkumpul para penggiat seni dibidang komik yang sedang berdiskusi dan membicarakan berbagai kegiatan yang sedang mereka rancang. Di rak buku terdapat pustaka yang tentu saja berkaitan dengan seni dan komik dan saya melihat beberapa komik legenda karya RA Kosasih dan Ganes TH yang sudah dipercantik kembali.

Dalam perbincangan, suami Lulu Ratna ini memaparkan pengalamannya yang penuh petualangan hingga sempat menjadi animator sebuah perusahaan di Malaysia. Tapi sebenarnya, garis hidup Beng dimulai saat ia memasuki sekolah formal dibidang seni kota Bandung, Sekolah Menengah Seni Rupa. Beruntunglah ia tak pernah dihalangi oleh orangtuanya untuk menyalurkan bakatnya menorehkan ilsutrasi di atas kertas.

beng5

Walau mengaku tak pandai berkutat dengan pelajaran yang berhubungan dengan angka, di tahun 1995 Beng berhasil mendapatkan tiket masuk ke IKIP (kini Universitas Pendidikan Indonesia), sebuah lembaga pendidikan untuk mencetak calon guru di kota Bandung. Tapi karena merasa kurang sreg, ia nekat mengikuti ujian di Institut Seni Indonesia di Jogjakarta untuk menimba ilmu dibidang penyiaran televisi.

Sayangnya, setelah berhasil lulus ujian masuk, pihak ISI memberikan syarat kepemilikan kamera yang harganya saat itu di luar jangkauan Beng. Tak habis akal, ia membelokan arah studinya ke Seni Komunikasi Visual yang akhirnya justru menjadi salah satu titik balik karirnya dan berhasil menyabet gelar sarjana seni di tahun 2001.

Perjalan Beng atau lebih tepatnya petualangan pria kelahiran Cirebon ini sudah membawanya menyelusuri Medan setelah selama 9 bulan berkarir di Malaysia. Di negeri jiran ini ia merasa tak banyak hasil yang ia peroleh dan memutuskan untuk kembali ke Indonesia hingga masuk ke majalah Gatra di tahun 2003. Selain menajdi kontributor komik Canda Kopi di Koran Sindo, Anda juga bisa melihat karya Beng Rahadian di Koran Tempo yang ia lakoni sejak tahun 2005 hingga sekarang.

Mencari Kopi Aceh

Sebuah perjalanan dalam rangka tesis yang harus ia kerjakan setelah mendapatkan beasiswa S2 di Instititut Kesenian Jakarta (IKJ). Dalam perjalanan di Aceh beberapa tahun lalu ia menyingkap banyak kontradiksi yang terjadi manakala menyaksikan banyaknya petani kopi yang justru tak menikmati kopi dari kebunnya sendiri.

Buku ini bagaikan sebuah permenungan dari hasil perjalanan singkatnya ke bumi Aceh dan membukakan wawasannya tentang mata rantai produksi kopi yang justru tak menyisakan perbaikan hidup pelaku utamanya atau para petani itu sendiri.

Menurut Beng, buku-nya yang kedua ini akan segera diterbitkan dalam waktu dekat. Saya yang sudah sedikit membaca beberapa halamannya hanya perlu membisikan bahwa isinya tentang . . ., ah biarlah nanti kita baca bersama-sama setelah bukunya diterbitkan dalam waktu yang tak terlalu lama lagi.

beng7

Tentang Komik

Siapapun bisa menjadi juru gambar, tapi tak semua orang bisa merangkai ilustrasinya dengan story telling yang kuat untuk menjadi komik yang hebat. Itulah pendapat Beng tentang harapannya kepada para komikus muda yang jangan hanya puas menjadi tukang gambar karena menurutnya, industri komik di Indonesia akan jauh berkembang apabila ada penguatan karya-karya orisinil yang dihasilkan sendiri dan dipatenkan.

Beng yang kini mengajar di IKJ tak akan terus membangun sebuah industri komik Indonesia, karena bagaimanapun Anda termasuk saya sedikit banyak punya persimpangan dengan komik yang sudah berjasa mengasah daya imaji dan kreativitas.

Beng, terima kasih karena menikmati kopi memang tak harus serius dan “101 Canda Kopi” adalah pustaka langka tentang kopi Indonesia dari kacamata seorang pekerja seni yang saya hormati.

Beng Rahadian !