lam-cha

Di mana kedai kopi tertua di Hanoi ? Itu pertanyaan pertama saya sesaat setelah mendarat di bandara Noi Bai kepada kolega saya di sana. Ah sayang dia tak bisa menjawab pertanyaan yang saya ajukan, tapi biarlah concierge  hotel Sheraton tempat saya menginap biasanya selalu punya jawaban. Belasan tahun bepergian ke luar negeri dalam rangka menjalankan tugas kantor membuat saya sering mengandalkan seorang concierge di hotel manapun tempat saya menginap. Mereka harus punya solusi “out of the box” untuk setiap pertanyaan aneh yang diajukan para tamu, termasuk saya salah satunya.

hanoi

Ritual keluar masuk hotel adalah bagian dari pekerjaan saya yang mungkin dianggap glamour oleh sebagian orang, tapi percayalah bahwa sebagus dan selengkap apapun fasilitasnya hanya satu yang selalu manfaatkan. Restoran untuk sarapan. Selebihnya hanyalah ruang persegi tempat saya terlelap setiap malam hingga keesokan harinya. Business traveller juga memerlukan stamina prima dan kesabaran untuk menunggu serta mengatasi rasa bosan,  apalagi perjalanan antar benua yang memaksa kita duduk manis di kelas ekonomi selama puluhan jam. Tapi melihat banyak negara membuat saya menjadi lebih terbuka dan toleran terhadap perbedaan, “If you see more, you will understand more, and eventually, you will respect more”.   

La-Cafetiere

Bila hotel lain di setiap kamar cukup menyediakan kopi siap saji, tapi tidak untuk Sheraton Hanoi yang berbaik hati dengan melengkapi setiap kamarnya dengan La Cafetière’ sebuah french press yang berbahan stainless steel. Setidaknya dengan alat saya bisa menyeduh dan menikmati kopi yang khusus dibawa dari Indonesia, tanpa ampas.

hanoi2

Concierge menyarnkan saya untuk berkunjung ke Lam Cafe, salah satu kedai kopi tertua di Hanoi dan ke sanalah kendaraan sewaan kami arahkan. Dengan suhu saat siang bisa mencapai 40 derajat Celcius dan tingkat kelembaban hingga 50%, Hanoi adalah kota yang pas untuk melakukan sauna secara gratis, namun di sore hari suhu udara mulai bersahabat. Lam terletak di kawasan pusat perkotaan yang sepanjang jalannya banyak bertebaran cafe-cafe tradisional lainnya. Tapi Lam sudah cukup banyak dikenal oleh para turis, sebuah warisan Hanoi yang bangga akan tradisi kopi tetes nan pekat hingga susu kental manis adalah paduan yang serasi untuk menyeimbangkan rasa pahitnya.

Memasuki Lam yang lebarnya tiga meter dengan gaya arsitektur seperti bangunan kawasan pecinan membawa suasana yang kontras dengan modernisasi Vietnam yang melaju dengan sangat cepat. Lam tetap mempertahankan bangunan dan setiap ornamen interiornya yang merupakan daya tarik bagi wisatawan asing yang ingin mengecap orisinalitas cafe di negara ini.

lam

Tak ada pendingin udara, hanya kipas angin yang membantu mengusir cuaca panas bulan Juli kemarin. Dindingnya dipenuhi berbagai lukisan karya artis lokal yang mayoritas bergaya naturalis serta satu liputan media Jepang mengenai Lam. Kursi dan meja yang pendek ada ciri khas yang tak bisa dilepaskan sebagaimana yang banyak saya temui diberbagai warung kopi pinggir jalan baik di Hanoi maupun Ho Chi Minh.

Bahasa Vietnam tak mudah untuk dipelajari yang menurut kolega saya orang Vietnam terdiri dari enam intonasi yang dilambangkan dengan berbagai titik koma di setiap alfabetnya. Jadi saya pasrah membiarkan ia memesan secangkir kopi hitam dan kami memilih duduk di sebuah pojok sambil tak henti memperhatikan atmosfir di sini.

lam3

Kurang dari lima menit kopi sudah terhidang dan kami menikmatinya, secangkir kopi Vietnam di cafe yang sudah berdiri sejak tahun 50an yang harganya 20 ribu Dong atau sekitar 10 ribuan.  Vietnam tentu bangga dengan kopi robustanya yang menembus peringkat dua sebagai produsen terbesar di dunia di tengah invasi perusahaan kopi asing yang mulai bertebaran di kota ini. Mereka masih tampak setia mempertahankan kultur kopi dengan Vietnam Drip  sebagai sajian utama di setiap restoran atau warung makan.

Pemiliknya, Dang Thu Cihn (46) sibuk melayani pengunjung di kasir pembayaran tapi melalui penterjemah ia enggan dan malu berhadapan dengan kamera walau akhirnya bersedia saya abadikan. Hanya tersenyum sambil menyebutkan namanya serta sekilas warung kopi yang ia kelola sebagai generasi kedua.

Cafe Lam bukan hanya sekedar warung yang menyajikan kopi, mereka adalah salah satu warisan tradisi kopi di Vietnam yang masih terus bertahan lebih dari 6 dekade. Sebuah relfleksi kesetiaan Vietnam terhadap produk dalam negerinya.

*  *  *

lam5

lam4

2 replies
  1. Dini
    Dini says:

    Baruu aja tadi pagi baca Sunday Post edisi kemaren tentang bagaimana industri kopi di Vietnam lagi dilanda krisis seiring dengan krisis ekonomi di negara itu… Boleh dong mas sharing view-nya terkait ini setelah berkunjung ke sana! 🙂

    Benar, mereka lagi mengalami krisis, sayang gak punya kontak orang Asosiasi di sana.

Comments are closed.