“Saya senang memasak !”, mencicipi makanan dan itu salah satu alasan masuk ke dunia roastery, ujar Mikael Teguhjaya yang sudah 2 tahun lebih menekuni bisnis ini, seorang sarjana Ekonomi dari Binus tahun 2005. 

Di garasi rumahnya, komplek Pondok kelapa Indah, kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, saya berbincang dengan Mikael sambil ditemani beberapa hewan peliharaan anjing dan kucing yang entah kenapa senang berseliweran di antara kaki saya selama perbincangan berlangsung.

 

Awalnya tak punya mesin roasting. Seiring menjamurnya jumlah kedai kopi, pertumbuhan bisnis micro roastery pun semakin bertumbuh kembang khususnya di kota besar seperti Jakarta. Tak perlu membeli mesin roasting high-end, cukup berbekal belanga dari tanah liat, teman saya di Padang sudah bisa memulai produksi dan menjual kopi hasil roasting-nya. 

Tentu itu contoh yang ekstrem, tapi sebenarnya banyak para pemula dibidang roastery justru memulai dari alat sederhana dulu sekaligus memahami berbagai kelemahannya sebelum mereka memutuskan untuk berinvestasi membeli mesin roasting

Tapi saat Mikael mulai melirik bisnis roastery ia sama sekali tak punya alat apapun. Cukup menitipkan pada kenalan atau teman-nya untuk me-roasting biji kopi miliknya yang lalu ia jual kepada publik.

Juno. Ini merek dagang yang ia pilih untuk mengenang kucing peliharaannya yang sudah tiada, “Juno The Coffee Company”. Mikael bersama istrinya Penny Pujiati adalah pasangan yang punya perhatian khusus kepada binatang peliharaan yang sering ditelantarkan begitu saja oleh para pemiliknya.

Malam itu, saya juga turut mendengar sekaligus belajar kepada mereka berdua tentang pengalamannya bagaimana berbagi kasih dengan sesama mahluk hidup.

Uncle John 3 Kg. Tapi lama-kelamaan, setelah rencana membuka cafe-nya kandas di tengah jalan, ia malah tak bisa lepas dari aktifitas roasting. Melirik harga mesin roasting yang cukup mahal tak menyurutkan niatnya untuk membeli mesin sesuai anggaran yang dimiliki.

Jadilah mesin roasting berkapasitas 3 kilogram buatan Uncle John ia pinang yang digunakan hingga sekrang. Tak banyak fitur atau teknologi yang diterapkan pada mesin itu, tapi Mikael justru bisa melakukan banyak “tweak” selama proses roasting berlangsung. Untuk sementara ia masih puas dengan performa mesin roasting-nya walau tak menutup kesempatan berinvestasi mesin dengan apasitas besar kedepannya. 

Kini ia sudah menemukan pola grafik yang sekiranya pas untuk beragam varian biji kopi yang ia peroleh dari berbagai sumber. Cukup melihat catatan suhu dari rentang waktu yang telah ditentukan sambil sesekali melihat tingkat kematangan biji kopi yang ia roast dalam log book-nya. 

Ratusan Kilogram. Anda tahu berapa kilogram per bulan sejak awal ia memulai bisnis ini ? Tak perlu dikatakan jumlah pastinya, tapi cukuplah angka ratusan kilogram yang ia pasok ke berbagai langganannya termasuk penjualian di situs market place seperti Tokopedia. 

Lulusan sekolah kopi ABCD tahun 2014  ini terus melaju dengan hasil roasting-nya yang semakin diterima oleh para pelanggan setianya. Tapi satu hal, belajarlah dari Mikael yang karena keuletannya sekaligus punya indra perasa tajam yang membantunya secara perlahan untuk bisa membangun sebuah bisnis sejak dari nol. 

Juno adalah salah satu rekomendasi saya untuk kopi-kopi pilihan hasil racikan roastery dari Mikael Teguhjaya. 

* * *