Martono ingat betul saat masa kejayaan Kopi Bis Kota yang dulunya pernah dinamai “Kopi Terompet”. Waktu itu siapa sih penduduk Jakarta yang tak kenal dengan merek kopi yang berlambang bis kota dengan nomor polisi B 1943 yang sekaligus merupakan awal kelahirannya.

Enam puluh delapan tahun kemudian, Kopi Bis Kota masih menyisakan kharismanya dan tak lekang dari ingatan penggemarnya, bahkan hingga berbagai negara lain.

Tanyalah kepada para pedagang atau tukang parkir di pasar Jatinegara dan hampir dipastikan dengan senang hati mereka akan menunjukan lokasi toko ini berada.

Cukup berdekatan dengan mesjid Al Istiqomah di kawasan pasar Jatinegara yang dihiasi dengan aroma tak sedap yang berasal dari tempat pembuangan sampah serta polusi yang dihasilkan dari limbah pasar.

Dengan lebar toko sekitar enam meter serta tanpa papan petunjuk yang jelas tepatnya di jalan Pintu Pasar Timur no. 40 di sinilah Kopi Bis Kota berada sejak tahun 1969.

Lokasi pertamanya yang masih berada di wilayah Jatinegara dinilai tak memadai hingga Wong Hin hijrah ke tempat yang lebih luas di  toko yang sekarang ditempati.

Tiga alat penggiling kopi yang masih bertahan sejak jaman penjajahan Jepang dan terlihat sudah dimakan usia dan berdebu masih setia melakukan tugasnya walaupun  menurut Siauw listriknya sangatlah boros.

Di beberapa sudut toko tampat berkarung-karung kopi yang sudah di roast di Tangerang karena mereka tak punya lahan lagi untuk sebuah mesin roasting di tempat ini.

Walau tak terlalu ramai dengan pembeli, beberapa orang bergantian datang membeli kopi di toko ini. Robusta tetap mejadi primadona penjualan Kopi Bis Kota sejak dahulu hingga sekarang yang mereka datangkan dari Sumatra. Dikemas kantung kertas coklat dengan berat 250 gram yang dijual 9 ribu.

Walau demikian, jenis kopi arabika pun tetap mereka sediakan dan tentu dengan harga yang lebih mahal, 72 ribu per kilogramnya.

Karyawan yang berjumlah lima orang sesekali sibuk melayani pembeli yang datang dari berbagai tempat khususnya di Jakarta. Siauw Sumiati, istri Martono yang tetap bugar di usia menjelang 70 tahun mencoba mengingat saat Kopi Bis Kota bisa melayani pelanggan tanpa henti dari pagi hingga sore.

Saat  masa kejayaan itu, menurut Siauw mereka bisa menjual hingga 2 ton per hari.

“Waktu itu, alat giling kopi terus bekerja tanpa henti hingga saya harus mendinginkannya dengan kain yang sudah dibasahi” sambung Martono.

Tapi seiring waktu dengan tumbuh pesatnya kopi kemasan kecil yang dijual murah membuat Kopi bis Kota kehilangan daya saing.  Menurut Martono yang dulu minum kopi tanpa henti dari pagi hingga sore, kemilau Kopi Bis Kota mulai pudar di tahun 90an, tapi mereka terus berupaya bertahan dengan penjualan 50 kilo per hari.

Pelanggan datang bukan hanya para pedagang kopi eceran, tapi juga penggemar setia kopi ini yang berdiomisili di luar kota hingga luar negeri seperti Saudi Arabia.

Walau tak mengkonsumsi kopi seperti minum air seperti saat ia aktif di toko, Martono yang usianya sudah mencapai 76 tahun tetap setia dengan dua gelas kopi robusta kegemarannya.

Walau harus berjalan tertatih, Martono punya harapan agar usahanya terus bertahan dan anak laki-lakinya sudah menjadi penerus sekaligus generasi ketiga Kopi Bis Kota yang pernah merajai kota Jakarta.

* * * *

15 replies
  1. Wibi
    Wibi says:

    Terima kasih sudah berbagi cerita tentang Kopi Cap Bis Kota Pak…. Kebetulan hampir setiap hari saya melewati Pasar Jatinegara. Semoga besok2 bisa nemu toko kopi ini …

  2. Heri T
    Heri T says:

    Ibu mertua saya & ibunya ibu mertua saya yang asli garut kalau maen ke djakarta selalu beli kopi di jatinegara. Saya ga tau tempatnya tapi pernah liat merknya “Bis Kota”. Berarti ini kopi memang sudah melegenda…

  3. cattleya yulissa lattininna
    cattleya yulissa lattininna says:

    meski saya tinggal di pinggiran jakarta, wajib bin kudu beli kopi bis kota ini, apalagi kakak ipar yang kerja di tengah laut, kaga ketinggalan deh nih kopi bis kota dibawa, kadang sampe kirim lagi istrinya. mana ada coba… bis kota di tengah laut. yaaa cuma kopi bis kota. saluuut…

  4. Adnan
    Adnan says:

    Diajak teman cari kopi di jatinegara. Awalnya bukan toko ini yg dituju, karena tutup lalu keliling cari yg lainnya.Sampai tempatnya agak sepi, mungkin karena sudah sore. Setelah celingak celinguk, bingung karena baru pertama kali beli kopi giling, lalu pesan aja yang paling enak.. dan digilinglah Arabica mix Webe sebanyak 250gr.. dari aromanya ketahuan kalo kopi ini enak..dan benar. Seduh kopi ini pakai air mendidih..Mantap! apalagi ditambah susu..Markotop rasanya..! Dengan harga yg bersahabat membuat saya kembali lagi dengan Arabica mix Webe nya yg Mantap! Maaf ya, tak ada maksud promosi hanya testimoni.

  5. Romeo
    Romeo says:

    Baru dari kopi Wong Hin… Beli kopi ini. Mantaaaap. Ini sih temen kecil saya yang punya.

  6. faisal
    faisal says:

    Saya gak sengaja nemu kopi ini waktu jalan2 ke ‘mesteer’, webe jadi favorit sayaa…as int’l pilot..never leave indonesia without a pack of webe laahh….maknyuuussss…sampe custom australi minta sebungkus..”biskota”

    Gak nyangka custom Aussie demen kopi ini 😀
    Thanks for sharing …

  7. sutrisno
    sutrisno says:

    bisa dapetin kopi ini harus ke jakarta yak??saya di mataram lombok pengen nyobain kopi ini nih..klasik banget kayaknya..beda banget sama varian belcanto gt..hehehe

    Yang klasik biasanya asyik buat diseruput

  8. Julian Dani
    Julian Dani says:

    di kota saya Salatiga jg ada lho pak pabrik kopi model gini,merk nya Babah Kacamata,haha.. robusta jg dia… emg negara kita ini negara kopi..

  9. Rina
    Rina says:

    Waah, informasi yang menyenangkan…saya baru tahu loh ada Kopi Bis Kota ini… atur waktu kesana ah! Thanks ya pak Toni… =), salah satu sumber inspirasi saya di dunia kopi…

  10. Lukman
    Lukman says:

    Barusan menyempatkan mampir ke pasar Jatinegara untuk beli kopi Bis Kota. Ada tiga jenis Robusta, Arabika dan WB (webe) yang entah apa itu. Mungkin mas Toni tau apakah jenis WB (webe) itu? karena yang jual uga gak bisa menjelaskan.

  11. Philocoffee Project
    Philocoffee Project says:

    Wow… khazanah kopi anak negeri tercatat sekarang 🙂
    Sejarah adalah sesuatu yang ditulis. Dengan menuliskan Kopi Bis Kota maka ia sudah menjadi bagian sejarah kopi di Indonesia 😀

    Ila hadharat al-syaikh toni wahid wa al-kopi bis kota 😀

  12. Endang
    Endang says:

    Orang tua saya juga penikmat kopi (dan teh), jadi saya ingat dulu memang ada kopi merek tersebut, tak dinyana rupanya masih ada sampai sekarang. Saya pikir pemiliknya seperti halnya pemilik Aroma dari Bdg dan dikota-kota lain juga pasti ada, mungkin patut dibuatkan suatu acara untuk menampilkan dan memperkenalkan mereka kepada generasi muda perkopian, karena tidak banyak orang yang begitu setia menekuni dunia perkopian tanpa tersentuh modernisasi.

Comments are closed.