“Pulau Jawa indah dan menarik sekali dilihat dari udara, ada telapak kaki 150 juta orang” sepenggal kalimat yang disampaikan oleh fotografer Jaz O’Hare itu menjadi pembuka film dokumenter Legacy of Java karya sineas Budi Kurniawan. Mengambil tema sentral kopi sebagaimana film terdahulunya Aroma of Heaven yang dirilis tahun 2012. Saya berkesempatan untuk menyaksikan tayangan perdana film ini untuk awak media hari Rabu, 4 Maret, di XXI Plaza Indonesia, Jakarta.

Film dokumenter tentang kopi merupakan barang langka, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada. Sebagai salah satu produsen kopi terbesar di dunia, negara ini bukan hanya perlu, tapi mestinya memiliki karya-karya film yang mengangkat kopi dari berbagai latar belakang yang melingkupinya. Intinya, keberadaan sebuah film termasuk genre dokumenter yang baru saja dirilis seperti Legacy of Java tentunya layak diapresiasi.

Maret 2012, Cipete. Budi mengirup asap rokoknya dalam-dalam sambil sesekali menyesep kopi hitam sambil berbincang dengan saya di sebuah coffee shop jalan Cipete, Jakarta Selatan. Kami dipertemukan oleh seorang rekan yang bercerita tentang seorang sineas yang ingin mewujudkan keinginannya membuat sebuah film dokumenter tentang kopi Indonesia.

Saat itu kopi sedang menemukan titik balik terpenting di negeri ini. Indikatornya cukup jelas, baik dari sisi pertumbuhan coffee shop yang mengusung mazhab third wave di berbagai lokasi khususnya kota sebesar Jakarta dan semakin banyaknya kopi menjadi tema perbincangan di ruang publik.

Diskusi pertama dengan Budi, seorang lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Diponegoro, masih memperbincangkan konsep film yang akan diusung walau ia sudah menunjukan teaser-nya.

Satu hal yang saya ingat pada percakapan di Cipete bahwa Budi ingin film yang dibuatnya bukan seperti sebuah karya “biasa”. Ia bercita-cita suatu saat filmnya bisa bersanding dengan film-film dokumenter dari luar negri dan ditayangkan di beberapa Festival Film kelas internasional.

Setelah itu sekian minggu kami tak berjumpa tiba-tiba ia menghubungi saya untuk dijadikan sebagai salah satu salah satu nara sumber di filmnya. Maka jadilah saya dengan segala kekakuan di depan kamera berusaha sebaik mungkin untuk turut berpartisipasi bersama dalam film Aroma of Heaven beberapa penggiat kopi lainya.

Setelah film nya dipublikasikan dan mendapat sambukan positif dari berbagai kalangan sepertinya Budi sudah mewujudkan mimpinya dan film Aroma of Heaven. Karyanya sudah terbang ke banyak negara termasuk mendapatkan kehormatan untuk diputar di perhelatan kopi terbesar di dunia yakni SCAA Expo tahun 2016 di Atlanta, Georgia, Amerika. Aroma of Heaven juga meraih penghargaan “Best Editing” di 1st Ahvaz International Science Film Festival. 

Legacy of Java. Sukses dengan Aroma of Heaven, di awal bulan Meret tahun 2020 ini Budi kembali menggelar film yang merupakan sequel atau lanjutan perjalan kopi Indonesia. Ia memulai projek film dokumenter  ini sejak tahun 2015 termasuk perjalanan panjang di beberapa kota pulau Jawa.

Salah satunya adalah Eed Bawongso, petani kopi di Kabupaten Wonosobo yang ia tampilkan dalam filmnya dan  menyampikan pesan mendalam tentang hubungan alam dan manusia.

Leuweung hejo, rahayat ngejo. Petani kopi lain yang ditampilkan dalam Legacy of Java misalnya Ayi Suteja petani kopi partikelir dari pegunungan Puntang, Kabupaten Bandung bersama Megan, Robert Hamzah dan Deni Glen. Benang merah pesan meraka adalah konservasi, bagaimana merawat hutan tempat kopi tumbuh dalam relasi dengan pelestarian lingkungan.

Kalimat yang saya ingat dari Deni glen misalnya “leuweung hejo, rahayat ngejo”, atau bila hutan lestari, makan kita pun bisa makan. Sebuah ungkapan terdalam bagaimana keberlangsungan kehidupan manusia akan sangat tergantung dari keberadaan hutan itu sendiri.

Irvan Tyo, dan Doddy. Di bagian hilir, percakapan dilakukan dengan Irvan Helmi dari Anomali Coffee, Andanu Prasteyo, pemilik Kopi Tuku serta  Doddy Samsura, juara Barista nasional yang pernah tampil di panggung dunia pada tahun 2013. Kesemuanya ditampilkan oleh Budi untuk merajut rangkaian hulu ke hilir dalam film ini dimana mereka juga punya perhatian yang sama akan isu-isu kontemporer di bagian hulu

Beberapa CatatanLegacy of Java bukan film tentang historiagrafi lansekap kopi di pulau Jawa. Film ini tak berkehendak menjadikan itu sebagai tema besarnya yang tentunya akan menjadi sangat generik sebagai sebuah tayangan dokumenter.

Film ini hanya ingin menyampaikan pesan sentral yakni rawatlah hutan sebagai fondasi utama dari coffee good farming practices. Keberadaan hutan sebagai penyangga bumi adalah penangkal bala,sebagaimana yang disampaikan oleh Deni Glen :  ” kita menanam tangkal (pohon) di hutan agar bisa menangkal bala atau bencana”.

Jangan khawatir bila penonton seakan tersesat saat mencoba memahami apa benang merah Legacy of Java selama tayangan berlangsung. Saya yakin dan berharap andai saja terdapat Voice of God atau narator yang memberikan bimbingan dari awal hingga akhir akan membuat Legacy of Java sebagai expository documentaries akan lebih mumpuni memberikan dampak setelah tayangan berakhir.

Bila narasi itu ada, mungkin pertanyaan filsofis dari penonton setelah menyaksikan tayangan ini bisa lebih menohok saat mereka mencoba memaknai arti secangkir kopi dalam relasi dengan kekayaan hayati hutan kita. Seandainya.

Satu hal lagi, terjemahan yang beberapa kurang akurat dan menggangu pesan penting yang ingin disampaikan dan menurut Budi akan segera diperbaiki.

Selebihnya, saya tak punya kualifikasi untuk lebih mengkritisi film ini. Sudah disuguhi sebuah film yang artistik dari sudut pengambilan gambar, musik yang seakan membawa kita kepada keindonesiaan sebenarnya, itu saja jauh lebih dari cukup.

Kita berhutang pada seorang Budi Kurniawan yang senantiasa ingin merekam kopi sebagai bagian dari peradaban manusia Indonesia. Karena saya meyakini kebudayaan Indonesia banyak terekam jejaknya lewat perjalanan panjang kopi berabad lamanya di negri ini. Legacy of Java. 

Selain tulisan ini, Anda juga bisa menyimak podcast dengan Budi Kurniawan pada Episode ke-115 di Coffeelicious Podcast. 

* * *

 Catatan : Foto2 akan saya perbaharui secepatnya. 

4 replies

Comments are closed.