Baku tembak sedang berlangsung tepat di belakang hotel tempat Awan Suryo Prasetyo (36)  menginap di El Salvador. Ini tentu bukan adegan film tapi realitas keseharian di negara yang punya sejarah panjang perang saudara.

Kini tingginya angka kriminalitas membuat El Salvador menjadi salah satu negara dengan angka pembunuhan tertinggi di dunia. Awan harus ke El Salvador dan tahu resiko yang harus dihadapi, tapi misinya mencari kopi tentu harus berlanjut.

Perbincangan saya dengan Awan, dari Libertad Union, seorang roaster kopi yang sebelumnya punya pengalaman bekerja di salah satu roastery kota Washington DC, Amerika.

Washington DC, 2014 Awalnya ia harus mengikuti tugas istri, pegawai Kementrian Luar Negeri yang ditugaskan instansinya di ibukota pemerintahan Amerika.

Selama di kota ini, ia mulai menjelajah ke berbagai coffee shop, dan salah satunya Vigilante Coffee Company yang punya kegiatan public cupping, sebuah aktivitas mencicip kopi untuk umum.

Semakin tertarik untuk belajr dan banyak bertanya kepada “mentor” nya di Vigilante, hingga ia ditawari untuk menjadi karyawan di sini. Sayangnya, ia tak punya Visa B-1 yang memungkinkannya untuk bekerja di Amerika secara sah.

Tapi itu tak mengurungkan niatnya dan setelah berkonsultasi sana-sini, akhirnya ia bisa bekerja secara informal, tapi tanpa bayaran resmi layaknya seorang karyawan. Cukup uang saku dan transpor sekedarnya yang ia peroleh dari Vigilante.

Mengangkut Karung Kopi. walau sudah diterima di Vigilante, ia tak serta merta diterjunkan langsung berhadapan dengan mesin roaster. Tugas pertamanya adalah mengangkut karung-karung kopi dan bertanggung jawab akan kebersihan mesin roaster.

Roaster. Jadilah selama kurang lebih 2 bulan Awan bekerja sebagai kuli angkut dan belum diberikan kesempatan untuk menjadi roaster. Kesempatan itu datang setelah pemilik Vigilate mulai memberikan pelatihan kepada Awan.

Sebelum mulai bertugas di depan mesin Diedrich, pemiliknya sudah mewanti-wanti dan memberikan taklimat akan pentingnya urusan keselamatan kerja dan memberikan petunjuk tentang bahaya yang mungin bisa terjadi.

Untuk urusan keselamatan kerja negara ini punya aturan ketat dan pemilik perusahaan wajib memberikan pelatihan tentang upaya keselamatan di tempat kerja.

Awan mulai dikenalkan dengan mesin roaster dan waau pada awalnya masih didampingi koleganya sembari memberikan petunjuk cara roasting kopi.

Dengan mesin roasting yang berkapasitas 12kg tentunya harus dihindari kesalahan yang tak perlu bila kopi sebanyak itu harus terbuang percuma.

Roasting pertama yang ia kerjakan adalah “blend” dari beberapa macam varian kopi yang masih bisa ditoleransi untuk sedikit profile yang sedikit off-side.

Waktu berjalan terus dan akhirnya ia resmi menjadi seorang roaster di Vigilante yang diberi kepercayaan penuh mengoperasionalkan mesin roasting.

Ke Amerika Latin. Selesai ? Belum. Pengalamannnya diperkaya karea atasannya mempercayai ketajaman indra perasa Awan saat ia ditugaskan untuk mencari kopi di beberapa negara Amerika Latin. Tak kurang dari negara-negara penghasil kopi seperti Meksiko, Kolombia, Guatemala hingga El Salvador pun pernah ia singgahi.

Perjalanan yang tak sepenuhnya mudah dan kadang mendebarkan bila negara yang ia kunjungi  punya catatan kemanan yang beresiko tinggi seperti di El Salvador.

Belum lagi bila tak memiliki ketahanan fisik karena lokasi perkebunan kopi yang seringkali harus ditempuh dengan perjalanan kaki selama berjam-jam.

Untungnya buat pria kelahiran Jakarta ini, peluang tersebut digunakan sebaik-baiknya untuk lebih memperluas wawasannya akan karakteristik pasar dan selera kopi di Amerika.

Semuanya terbayar saat ia berinteraksi dengan para petani di negara yang bersangkutan, terutama bagaimana cara mereka mengelola pasca panen yang sebagian sudah mulai ia terapkan di beberapa petani rekanan Libertad.

Q Grader. Sebagian hasil jerih payahnya selama bekerja di Vigilante ia gunakan untuk mengambil kelas Q Grader di Amerika. Walau ongkosnya cukup mahal bila dibandingkan dengan kelas yang sama di Indonesia, sertifikasi Q Grader berhasil ia peroleh.

Jadi lengkaplah sudah karir yang ia bangun di Amerika sebelum akhirnya pulang ke Indonesia karena tugas istrinya sudah berakhir di Washington DC.

Walau sudah dirayu oleh Vigilante untuk meneruskan pekerjaan, pun ketika sudah di Indonesia, Awan sudah memantapkan natnya untuk tinggal di Indonesia.

Namun demikian, hubungannya tak putus dengan Vigilante karena Awan masih diugaskan untuk mencari kopi-kopi dari Indonesia yang ia lakukan hingga sekarang.

“Kadang mereka terkaget-kaget bahwa kopi khususnya dari Kerinci atau Solok yang ia kirimkan tak punya atribut rasa “earthy” yang sudah kadung menjadi persepsi pembeli dari Amerika.

Upayanya secara tak langsung, sedikit banyak sudah membukakan mata pembelinya bahwa kopi khususnya dari Sumatra tak bisa digeneralisasi dengan satu karakteristik khas yang seakan menjadi stigma negatif selama ini.

Libertad Union. Sudah lebih dari 1 tahun Awan membuka Libertad Union ini bersama 2 rekannya di kawasan Antasari, Jakarta Selatan. Tempat yang sebenarnya digunakan untuk operasional roasting dengan menggunakan mesin Probat berkapasitas 5 kg dan 1 sampel roasting dari Berto, tapi Libertad juga menyuguhkan kopi bagi para pelanggannya.

Nama yang dipilih, Libertad Union, tentunya bukan diilhami dari gerakan revolusi para pejuang kemerdekaan di negara-negara Amerika Latin. Sebuah nama yang datang secara tiba-tiba yang benang merahnya tentang “kopi adalah kebebasan”.

Hanya Kopi Indonesia. Dalam usia yang terbilang masih muda, Libertad sudah mulai melaju dengan cepat sebagai sebuah roastery yang tentunya saya rekomendasikan khususnya untuk yang mencari kopi-kopi unggulan dari tanah air sendiri.

Walau Awan sudah paham akan kopi unggulan dari luar negeri, tapi hingga saat ini Libertad masih memfokuskan dengan kopi Indonesia. “Potensinya sangat bagus dan masih banyak wilayah yang belum tersentuh” kata Awan yang sangat menikmati membeli buku-buku pilihan selama ia berada di Amerika.

BUMN-Pegadaian. Kiprah Libertad tidak berhenti sampai di sini saja, projek besar mereka yang sedang dikerjakan saat ini adalah membantu memfasilitasi pembangunan kedai kopi untuk salah satu perusahaan BUMN sektor keuangan terbesar di Indonesia, Pegadaian.

Sudah banyak yang berhasil mereka bangun di banyak wilayah Indonesia dan yang akan terus berlanjut ke propinsi lainnya.

Epilog. Boleh jadi kopi seperti sebuah “teologi pembebasan” nya Gustavo Gutiérrez, karena sudah semestinya ia membebaskan siapapun termasuk para petani kopi.

Setidaknya itu sudah dilakukan oleh Libertad yang saat ini ingin menjadikan kopi Indonesia sebagai tuan rumah terhormat di negaranya sendiri.

* * *

3 replies
  1. indra
    indra says:

    wah kantor pegadaian dekat rumah saya sudah buka “GADE COFFEESHOP” mungkin bung awan ini orang dbalik layarnya..

Comments are closed.