thfc6

Berakhir tahun di kota Bandung tentu menyenangkan apalagi hampir lebih dari satu dekade saya tak pernah menghabiskan pergantian tahun di kota ini. Semakin macet tentunya bila anda bisa membayangkan jarak kurang dari satu kilometer harus ditempuh hampir satu jam di satu sore tiga hari menjelang tahun 2014. Saya sedang berjuang mengarahkan kendaraan saya menuju ke Two Hands Full Coffee (THFC) di jalan Sukajadi no. 206, kawasan Bandung Utara atau satu lokasi dengan Hotel Edelweiss tempat kedai kopi ini beroperasi. 

stevan

Interior dan Peralatan

Saya memasuki ruangan dengan luas sekitar 150 meter persegi yang berhiaskan dinding bata berwarna merah dan lantai semen menguatkan ciri khas interior bergaya industrial warehouse. Lampu bohlam yang tergantung di beberapa tempat menyemburatkan kehangatan dengan warna kuning yang bisa diatur intensitasnya.

Beberapa meja kayu sebagian sedang diisi oleh pengunjung dan sisanya berupa meja panjang menghadap ke luar yang sebagian besar menggunakan kursi tanpa sadaran punggung. Di tengah ruangan terdapat bar berbentuk kotak persegi dan dua sisinya bisa digunakan untuk tempat duduk pengunjung yang bisa melihat secara langsung kegiatan para barista.

thfc7

Tak banyak hiasan untuk elemen interiornya walau terdapat tiga rak berjajar di sebelah pintu masuk untuk menempatkan beberapa alat home brewing dan beberapa aksesoris lainnya.

Mesin espresso La Mazocco tipe Linea dua group dengan sistem paddle mekanis yang didampingi oleh dua penggiling kopi Mazzer tipe Kony elektronik (doserless) dan satu grinder Mahlkoenig tipe Tanzania. Di sudut bar terpasang satu pemanas air Marco Ecoboiler dengan kapasitas 10 liter (juga dari Lamarzocco). Kesemuanya seakan menjadi representasi sekaligus deklarasi : “we mean business !”.  

Tapi Stevan tetap merendah karena menurut lajang ini masih banyak coffee shop lain yang memiliki peralatan lebih bagus. Hanya karena mereka ingin maksimal dalam menyajikan kopi maka akhirnya diputuskan untuk memilih peralatan terbaik di kelasnya.

th

Duet Stevan dan Niko

Stevan Setiadi (22) langsung menyapa dan mempersilakan saya duduk di bar serta menawarkan kopi yang lalu ia seduh dengan V60 dari perusahaan Hario, Jepang. Sambil meminta saya memaklumi decanter-nya yang terlihat sudah di “abuse”, Stevan mulai melakukan ritual penyajian manual brewing, sebuah genre seduh di dunia kopi yang berkembang cukup pesat.

Menimbang kopi, menggiling, menghangatkan cangkir saji, membasahi filter V60, dan menghitung waktu ekstraksi sambil melihat angka yang tertera pada timbangan digital. Detail dan dilakukan sambil menjelaskan kopi yang sedang ia seduh. Dengan wadah khusus berwarna merah, Stevan menuangkan kopi di hadapan saya sambil menyelipkan secarik kertas berukuran 10×10 cm yang pada awalnya tak begitu saya perhatikan.

qg

thfc4

Q Grader Termuda

Sambil menikmati Yirgacheffe Konga dari negara Ethiopia, Stevan mulai bercerita awal mula ia memutuskan masuk ke industri kopi di bagian hilir. Sambil terus menikmati kopi salah satu negara Afrika yang enggan untuk disisakan karena menyisakan rasa manis di setiap akhir tegukan dan menyegarkan karena dominasi rasa buah yang sayangnya tak saya ketahui jenisnya.

“Ripe berries, lime citrus, floral notes of jasmine, bright and sweet cup” dan itulah kata-kata yang saya baca di kartu pintar yang diletakan di bawah gelas saji seakan menjawab keingintahuan saya sebelumnya. Baiklah, kartu ini menjadi cara praktis untuk lebih mengenalkan aroma dan rasa kopi yang lebih spesifik.

Stevan yang sedang dikejar  target untuk menyelesaikan skripsi di jurusan Marketing Universitas Maranatha Bandung adalah pencicip kopi bersertifikasi internasional yang dikenal dengan terminologi Q Grader. Salah satu lulusan termuda kelas Q Grader yang diadakan oleh SCAI atau Asosiasi Kopi Spesial Indonesia pada bulan Juni 2013 kemarin.  jadi tak heran ia piawai mendeskripsikan aroma dan rasa kopi yang disajikan kepada para pengunjung di cafe-nya.

thfc3

Sedangkan Niko Matias (26) rekan bisnisnya sekaligus “partner in crime” lebih fokus pada operasional sehari-hari dan sibuk dengan urusan dapur. Resep masakannya yang antara lain ikan salmon asap dengan dua lapis roti yang didampingi oleh salad merupakan salah satu menu yang saya nikmati di sore tersebut. Nama lengkapnya : Omega Lover – Smoked Salmon with dill cream cheese, capers and mixed green. 

Stevan menyebutkan kolaborasi keduanya karena didasari persahabatan yang sudah terjalin sejak lama juga keinginan keduanya untuk membangun usaha cafe di kota Bandung yang diwujudkan dengan mengibarkan bendera Two Hands Full Coffee. Nama cafe ini berangkat dari mantra hidup keduanya, bahwa kedua tangan harus selalu sibuk untuk kehidupan yang lebih baik.

thfc1

Epilog

Saat matahari mulai terbenam saya kembali menelusuri jalan-jalan kota Bandung dengan menggunakan bantuan pemandu satelit atau GPS untuk kemabali ke rumah saya di kawasan Alun Alun. Iya, saya tak lagi hafal jalan kota ini yang banyak satu arah dan tentu saja dengan sedikit perjuangan dan akrobat untuk melawan kemacetan panjang di malam menjelang akhir pekan.

Tapi rasanya semuanya cukup terlunasi sesudah menikmati dua cangkir kopi di Two Hands Full yang usianya belum genap sebulan dan hanya buka dari jam 12 siang hingga 10 malam saja. Ke depan, Stevan dan Niko akan mengusahakan untuk buka lebih awal atau dari jam 8 pagi selama seminggu penuh.

Setelah Noah’s Barn di bagian Timur, kini Two Hands Full Coffee yang berada di kawasan Bandung Utara yang secara tak langsung sudah menempatkan keberadaan mereka di radar industri hilir kopi Indonesia – koffie kunstkring !

*  *  *  *

7 replies
  1. Alamtani
    Alamtani says:

    Selalu menarik melihat kopi disajikan di kedai-kedai. Semoga para petani kopi juga bisa meningkatkan kualitas kopi sejak dari kebun. Bravo!

  2. andi sanaf
    andi sanaf says:

    Mas Toni, saya nyobain kopi di Tanamera Coffee (thamrin city office park), papua wamena mereka unik beda dengan roaster lokal lain (maaf gak bisa deskripsi rasanya apa … hehehe). Aceh Gayo natural mereka bikin saya surprise, kopi koq ada kyk rasa teh-nya …. Mereka punya mesin roasting sendiri, lupa merknya apa, tapi kata baristanya bikin US. Mas Toni harus datang dan meliput mereka ….

    • Sutrisno - Maktal Coffee Bar t : @MaktalCFBar
      Sutrisno - Maktal Coffee Bar t : @MaktalCFBar says:

      agreed..saya di Maktal Coffee Bar lombok juga pakai Papua Wamena dari Tanamera Coffee 🙂

Comments are closed.