M. Nur (37) menunjukan beberapa ornamen dan ruangan rumah khas Aceh miliknya yang ia bangun dari nol menggunakan bagunan rumah asli yang ia bawa sendiri dari daerah Pidie. Tentu masih menggunakan kayu yang entah sudah berapa tua umurnya, sebagian ada yang dimakan rayap, tapi hanya pada permukaannya saja. “Mungkin rayap sudah terlalu lelah memakan kayu yang tak habis-habis, hingga ia harus menghentikan usahanya” kata M Nur sambil terbahak. Jadi kalau Anda ke Banda Aceh, tujuan ke Rumah Aceh wajib diagendakan, satu-satunya warung kopi yang menempati rumah tradisional.

Sebelum berbicara kopi, Cuma satu komentar saya tentang makanan yang disajikan di sini … insanely delicious, sebuah kebhinekaan berbagai rasa dan tekstur makanan yang menyisakan masalah besar buat saya yang tak bisa berhenti jika tak ingat badan yang semakin melar. Rumoh Aceh memang didirikan pertama kali di tahun 2010 dengan sajian kuliner khas Aceh, namun kemudian seiring waktu M. Nur mulai memperkenalkan kopi luwak dan varian arabika sebagai bagian tak terpisahkan dari menu mereka.

Memasuki Rumoh Aceh mengingatkan saya pada rumah bari di Palembang yang juga berbentuk panggung setinggi 2 hingga 2,5 meter dengan kayu ulin yang perkasa tak lapuk dimakan usia. Sembari mengingat diri sendiri bahwa selalu ada tata krama yang harus dijaga dengan ketat saat kita memasuki sebuah rumah adat.  Ada tradisi yang harus senantiasa dijunjung dan jangan pernah lupa bahwa saya kini berada di tengah masyarakat yang terkenal religius.

Sebagai tuan rumah M Nur menyitir bahwa bagi orang Aceh tamu sangat diagungkan dan seteguk air wajib dihidangkan pun dalam keterbatasan. “Kami akan bela kehormatan setiap tamu yang datang ke sini, tapi bila mereka melanggar tata krama Aceh, kami tak segan mengusirnya” sambil menceritakan sepasang remaja yang ia usir karena asyik pacaran di ruang atas yang saat ini khusus diperuntukan bagi kaum pria saja.

Kisah hidup M Nur memang penuh warna, sejak kecil membantu orang tuanya di bidang kopi di Beneur Meriah, lalu mendirikan perusahaan sendiri yang memasok biji kopi ke perusahaan Belanda, Holland Kopi Group yang mendistribusikannya ke berbagai negara. Konflik bersenjata membuatnya rehat sejenak dan menekuni bidang lain, sebelum akhirnya kembali lagi ke trah kopi usaha yang telah dirintis orangtuanya.

Kini Rumoh Aceh layaknya sebuah ikon keacehan yang menggabungkan kekayaan budaya, kuliner dan tentu saja khazanah kopi Gayo yang tak perlu saya komentari cita rasanya. Maklum M. Nur yang eksportir kopi ini hanya menghidangkan kopi terbaik yang ia peroleh di perkebunan Takengon dengan merek Gampong (Kampung) Gayo.

Rumoh Aceh merupakan simbol religiositas dari sebuah masyarakat yang begitu menjunjung tinggi adat istiadat mereka. Semakin istimewa saat kopi Gayo terhidang sebagaimana ornamen flora dan fauna yang menjadi elemen penting dalam sebuah bangunan yang sarat dengan kekayaan dan tradisi yangs elalu dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh.

Rumoh Aceh, must visit ! 

  *  *  *

9 replies
  1. adam.
    adam. says:

    Salam sukses buat bang Nur, agustus yang lalu saya mengun juni rumor aceh dan membawa pulang beberapa bungk us untuk di terbangkan ke Qatar sebagai oleh oleh. Qualitas yang hight class. Semoga bang Nur selalu melakukan improv mentioned.

  2. atood
    atood says:

    Wah, post yang sangat bagus sekali. Saya juga telah mengunjungi dan menulis mengenai Rumoh Aceh ini. Sekarang beberapa teman malah keranjingan ke sana, karena kopinya yang mantap dan suasananya yang superb. Nyaman, santai, kekeluargaan dan berkelas. mantap. sukse selalu om Toni dan bang Nur.
    Untuk tulisan saya mengenai RUmon\h Aceh boleh dilihat di sini :
    http://duekbeukong.com/info_aceh/2014/03/rumoh-aceh-kopi-luwak-tak-sekedar-tempat-menikmati-kopi/
    Mohon masukannya, maklum pemula. 😀

  3. gam cantoi
    gam cantoi says:

    wow,, deket rumah saya nih,, asli nyaman bener nih tempat,, sukses terus dah buat rumoh aceh..!

  4. suhendra
    suhendra says:

    membaca tulisan ini membuat saya merasa menyesal, mengapa selama ini hanya ke rumoh aceh untuk makan siang saja, belum pernah mencicipi kopinya. Padahal letaknya sangat dekat dengan rumah saya 😀

    Silakan dikunjungi, salah satu peninggalan Aceh yang tak ternilai.

  5. Gem
    Gem says:

    hehehee…. Terima kasih bg 🙂 udah di muat walau pun tempatnya ga seberapa 😀 cuma yang ada ada kami berikan, dimaklumi kalo ada yang kurang 😀 hihihii

    Sambutannya lebih penting, tapi tempatnya juga bagus tentunya. Salam buat semuanya dan tentu saja Bang Nur.

  6. sutrisno
    sutrisno says:

    Hebat dan inspirasional untuk melestarikan budaya bangsa sendiri di tengah invasi budaya asing yg masuk ke Indonesia..sukses selalu untuk pak M.Nur.sukses juga bwt pak Toni Wahid

Comments are closed.