Petugas perbatasan Timor Timur untungnya tidak menaruh curiga dengan barang bawaan Edry Siswandi yang sangat berharga. Disimpan dengan rapat di bagian tersembunyi di mobilnya dan ia berhasil melenggang dengan membawa paket yang sangat berharga, puluhan kilogram kopi dari Timtim. Sedikit kenekatan dan sering berpetualang di pedalaman khususnya Papua, Edry berbagi banyak cerita saat kami bertemu di tempat ia sehari-hari melakukan roasting, salah satu komplek ruko kawasan Sentul, Bogor.

Di bulan Juli dua thaun yang lalu saya menerbitkan salah satu tulisan tentang kopi Nabire, ituwal awal perkenalan saya dengan Edry yang saat itu masih berkeliaran di pedalaman Papua. Saking lamanya di wilayah paling Timur Indonesia itu, Edry seringkali sudah dianggap sebagai “orang dalam” dan diizinkan mengikuti berbagai upacara adat di sana. Ia sudah mengenal karakteristik dan sifat suku-suku yang pernah ditemuinya, tentu dengan banyak pengalaman mengagetkan dan seringkali menggelikan saat dua budaya berbenturan.

Medan Papua tentu sangat berat dan sehari-hari ia harus mengendarai kendaraan dengan penggerak empat roda dari salah satu produsen mobil rally paling tangguh di dunia. Hanya mobil itu, katanya sambil menyebutkan salah satu mobil Jepang yang sanggup melintasi tebalnya lumpur, sungai, dan hutan-hutan saat ia bertugas di Kabupaten Nabire, yang terletak di punggung pulau berbentuk kepala burung ini.

Di Nabire ia bertugas melakukan pemberdayaan masyarakat lokal dengan budidaya kopi yang dinilai cukup berhasil. Tanah Papua yang masih belum jenuh dan kaya akan unsur hara membuat bukan saja tanaman kopi, tapi berbagai komoditas yang tumbuh dengan bagus di sini, kata Edri. Jadilah Edry bersentuhan dengan kopi dan setelah beberapa lama ia mulai berencana untuk hijrah dari pekerjaannya setelahmasa tugasnya selesai.

Petualangan pun berlanjut dan Edry mulai serius menggarap usahanya dan salah satunya tadi, ke Timor Timur demi mendapatkan contoh kopi dari “negara” tetangga Indonesia ini. Sempat ia mengirimkan 200 gram “Kopi Timor” kepada dari ladang kopi yang sudah dimiliki oleh pihak asing, jika saja . . .

Di dalam rukonya Edry dan partner kerjanya Triantoro sedang mempersiapkan 3 kilogram kopi arabika dari Aceh Gayo yang akan segera dimasukan ke dalam mesin roasting yang baru beberpa bulan terpasang. Roastery-nya ia namakan Kavabika atau kopi arabika dan memasok ke berbagai kedai kopi di kota Bogor, Jakarta, dan luar Jawa dengan kopi dari berbagai region di Indonesia seperti Papua, Toraja, Aceh, Sidikalang, Jawa, dan tentu saja kopi luwak.

Mesin roasting-nya ia panaskan hingga pada saat panasnya sudah dirasa cukup mulailah asisten-nya memasukan biji kopi ke mesin roasting buatan Jerman ini. Hanya berlangsung kurang dari 15 menit dan pengerjaan roasting pun selesai dan kami berpindah ke ruang depan tempat ia membuka warung kopi yang biasanya dikunjungi oleh para karyawan asing di sekitaran Sentul terutama dari Korea. Ia sedang berencana membuka cabang di tempat lain yang masih ia simpan tempatnya menunggu negoisasi beres dan pada saatnya kelak saya berharap kopi Nabire yang jarang sekali ditemukan bisa menjadi  salah satu sajian istimewa.

Sebelum pulang. saya cuma berpikir, hanya Edry yang begitu nekat menyelundupkan kopi yang bila dikonversi dengan uang tentu tak seberapa dibanding dengan resikonya. Tapi itulah Edry Siswandi, sedikit nekat demi memperoleh kopi yang ia inginkan, pun dengan tantangan ditangkap tentara Timtim di perbatasan RI.

*  *  *  *  *

 

 

18 replies
  1. Jo William Faranes
    Jo William Faranes says:

    Pak Edry mantap roast nya. Sukses slalu pak. Thanks uda di percayakan ke kita utk mesin Roasting nya.

    Dan Trima kasih jg utk Pak Toni tentu nya utk publisitas mesin Probat Roasting. Sukses slalu pak utk Cikopi

  2. sutrisno
    sutrisno says:

    Wah..sukses terus pak Edry.salut euy,melintasi perbatasan dengan menyembunyikan harta berharga,kayak jaman belanda nih

Comments are closed.