Without coffee, there is no reason for Starbucks to exist (Howard Schultz)

Sebuah menu sandwich tengah memusingkan Howard Schultz sang pendiri Starbucks karena aroma kejunya bercampur tak keruan di dalam gerai kopinya. Ia sungguh tak berdaya karena sejak tahun 2000 Schultz tidak lagi memegang kendali perusahaan sebagai CEO yang telah ia serahkan kepada Orin Smith, kolega kepercayaannya. Pergulatannya dengan isu sandwich yang gagal diselesaikan oleh para eksekutif puncaknya adalah salah satu faktor yang membuat Schultz greget dan ingin segera membenahi perusahaan yang telah dibesarkannya sejak pertama kali di akuisisi tahun 1986 seharga 3.8 juta dolar. Starbucks tengah tenggelam dengan catatan keuangan yang negatif dan para petinggi perusahaannya sibuk berdebat tentang sandwich tanpa ada solusi. Schultz tak tahan lagi.

Buku terbaru tulisan pendiri Starbucks Howard Schultz, “Onward : How Starbucks Fought for its Life without Losing Its Soul” bukan buku bisnis biasa. Anda tidak akan menemukan kumpulan angka, statistik, dan berbagai ilustrasi terlebih resep sukses membangun sebuah korporasi kelas dunia. Schultz tengah bercerita termasuk pergolakan batinnya melihat Starbucks, perusahaan yang telah ia besarkan harus berjalan tertatih dan kehilangan ruhnya sebagai “people company”.

Ditulis dalam gaya naratif oleh Joanne Gordon, penulis majalah Forbes, Onward membeberkan pemikiran dan tindakan Schultz saat ia kembali duduk di kursi eksekutif di tahun 2008 menggantikan Jim Donald yang ia dulu ia rekrut menggantikannya 8 tahun yang lalu. Onward membeberkan apa yang terjadi di belakang layar keputusan Schultz secara candid dan masalah sandwich adalah salah satu yang memicu  frustrasinya.

Di sore tanggal 7 Februari 2008 Starbucks menutup 7100 gerai kopinya di seantero Amerika. Penutupan hanya berlangsung selama tiga jam saat seluruh barista yang mengenakan apron hijau dikumpulkan untuk menonton video tentang tata cara pembuatan espresso yang benar. Inilah tindakan yang Schultz lakukan setelah duduk kembali di kursi panas CEO. Sebuah pesan simbolis yang ingin ia sampaikan kepada publik tentang langkah strategis perusahaan ini kembali kepada core bisnis-nya, kopi. Schultz juga melakukan perampingan perusahaan dengan menutup ratusan gerai sekaligus memberhentikan ribuan karyawan. Dua tahun berikutnya adalah pembuktian kepiawaian Schultz dalam membalikan pesimisme para investor untuk mengembalikan keuntungan Starbucks setelah terkena resesi yang hampir menenggelamkan perusahaan ini.

 

Onward terdiri dari lima bab yang keseluruhannya berjumlah kurangd ari 400 halaman. Bab pertama Love dan Confidence sudah saya ceritakan sebagian dalam pendahuluan tulisan ini. Anda akan menemukan banyak kisah dan pengalaman menarik lainnya dari Schultz pada bab2 berikutnya, seperti bagaimana pertemuannya dengan Don Valencia seorang ahli imunologi yang membidani kelahiran kopi instan Starbucks, VIA dengan jargon JAWS=just add water and stirr.

Membaca Onward adalah melihak sosok Schultz yang kembali merevitalisasi sebuah perusahaan dalam perspektif seorang pendiri dan bukan CEO yang digaji. Intuisi bisnis Schultz  seakan tak pernah habis yang dalam kesehariannya  selalu membawa sebuah kunci pintu toko pertamanya di Pike Place, Seattle, sebagai pengingat tujuan awal pendirian perusahaannya.

Sekali lagi, Onward bukan buku bisnis biasa, tanpa formalitas saat  Schultz tak sungkan memaparkan semua kompleksitas yang dihadapi perusahaannya. Sebuah narasi personal dari seorang pendiri perusahaan yang sudah menjadikan Strabucks sebuah ikon budaya pop di Amerika dan juga di dunia. Penting dibaca.

* * *

 

 

 

3 replies
  1. Andreas
    Andreas says:

    Hmmm ….. bisa didapet (baca: dibeli) di mana itu buku yah …… selain mungkin kalau boleh pinjam …. hihihihi

  2. Enrico
    Enrico says:

    saya sih masih nunggu kang adi kelar baca bukunya howard benhar utk saya pinjem, kekekekekekkkk…

Comments are closed.