Sedikit flavor untuk posting sebelumnya yang kadang serius, sesekali  boleh ya memuat kegiatan keseharian saya di akhir pekan terutama yang berkaitan apalagi kalau tidak dengan dunia kopi. Saya mulai mengawali Sabtu siang dengan mengarahkan mobil ke arah STC Senayan, markas Esperto Barista Course. Cuaca di Sabtu kemarin kebetulan mendung dan tampaknya enggan hujan, waktu yang tepat untuk bertemu  Franky Angkawijaya, apalagi kalau bukan ingin ngopi bareng dan mencoba Dolce Black dari Schibello yang baru datang dari Australia. Kami juga ingin membicarakan mesin espresso yang baru saja ia “bedah” dengan bentuk lain yang berbeda, lebih bagus tentunya. Saat itu, kebetulan teman saya, Rina Jun, food blogger dari Medan saya ajak ke sini juga untuk melihat fasilitas sekolah Barista-nya. Selain Jun, saya ditemani rekan blogger Yudhistira Bhawono bersama istirinya Fanny, serta Hendri Kurniawan konsultan dari espresso1st. Selengkapnya, kegiatan saya di akhir pekan yang gak penting buat dibaca.

Terakhir saya ke STC, sekolah Baristanya baru dilengkapi dengan empat mesin, tapi kemarin sudah bertambah hingga jumlah totalnya menjadi sembilan. Mesinnya seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terdiri dari berbagai merek : ada Faema, La Cimbali, Rancilio Classe 8, St. Marino, dan tentu saja La Spaziale. Masing-masing dilengkapi dengan grinder komersial juga dari  berbagai merek yang saya kenal antara lain Mazzer, Anfim, dan La Spaziale. Beberapa muridnya sedang serius menyelesaikan ujian tertulis dan akan diakhiri dengan praktek.

Kami punya kiblat yang sama, pertama,  bahwa setting grinder akan menjadi dasar yang harus dikuasasi dalam operasional sehari-hari seorang barista, kedua, pemahaman ritual untuk menghasilkan espresso yang  baik,  dan terakhi dan  terpenting adalah kebersihan mesin dan grinder itu mutlak. Ketiga materi tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum yang ia susun untuk para siswanya yang dari berbagai pelosok Indonesia. Terakhir 14 siswanya datang dari Akademi Kuliner Korea Selatan dan secara khusus belajar menjadi pramusaji kopi di Esperto. Pengetahuan saya tentang kebaristaan untuk artikel di blog ini, ya banyak didapatkan dari seorang Franky walau tidak berani sedikitpun self proclaimed sebagai seorang Barista.

Di atas adalah mesin yang baru saja Ia “permak” dari tidur panjang dan kembali berfungsi seperti sedia kala, walau mengalami face-lift dengan desain yang sama sekali baru. Hanya satu-satunya di dunia mesin espresso dan menjadi maskot di sekolah Barista-nya.

Di Esperto kami berbincang dengan seru sambil menikmati kopi yang khusus dibuat Franky hingga menjelang sore hari saat Jun harus kembali ke bandara untuk mengejar pesawat ke Medan. Tujuan selanjutnya : Anomali Coffee di Setiabudi Building 1, Jl. HR. rasuna Said Jakarta.

Di Anomali Adi W. Taroepratjeka, konsultan F&B sedang punya hajatan dengan Detik Food, apalagi kalau bukan tentang kopi. Sebagai seorang chef dan certified Q Grader, Adi punya kapasitas untuk menjelaskan rasa kopi dalam terminologi teknis kepada para undangan yang khusus datang dalam acara tersebut.  Saya tidak usah cerita terlalu banyak tentang Adi, karena ia telah lama malang melintang bukan saja dalam dunia kopi, tapi juga kuliner melalui komunitas Jalan Sutera bersama Bondan Winarno. Saya susah mengerti rasa kopi, seperti istilah floral, fruity, chocholate, mocha, basil, jadi biasanya Adi dan istrinya Mia Laksmi Handayani yang juga seorang cupper saya mintai pendapatnya. Mereka juga adalah barista yang piawai dan telah banyak melakukan pelatihan di banyak tempat dan juga menjadi juri untuk event seperti Indonesia Barista Competition.

Ngobrol dengan Adi sulitnya susah putus karena terlalu banyak yang ingin dibicarkan, tapi selalu berhadapan dengan keterbatasan waktu. Adi seorang yang perfectionist kalau untuk urusan ekstraksi espresso dan akan terus mencoba berbagai ramuan dan kombinasi kopi  hingga ia puas melihat cairan coklat keemasan ini keluar dari spout portafilter sesuai dengan harapannya. Itu sekelumit pengalaman saat kami berdua mencoba mesin La Spaziale dan Vibiemme Lollo di rumah saya yang baru saja di unbox. Jadi saat Anda berjumpa dengan keduanya, ajak ngobrol sampe mereka bosan ya 🙂

Irvan dan Agam dari Anomali berulang menyatakan kepada saya bahwa tidak ada rahasia yang disembunyikan dalam roasting yang mereka lakukan. Makanya mereka menempatkan mesinnya di depan agar setiap pengunjung bisa melihat cara mereka “memasak” kopi.   Jadi saya yang sedang kerajinan ikut nongkrong di depan mesin Topper dengan salah satu karyawannya yang sedang bersiap menyangrai kopi Papua. Pertama, ia menyalakan mesin dan membiarkannya hingga 20 menit hingga suhunya panast dan roasting pun di mulai dalam mesin yang kapasitas maksimalnya 5 kilo, tapi saat itu hanya digunakan 3 kilogram saja. Menit per menit kenaikan suhu di catat di dalam lembaran “roast profile” dengan grafik yang menanjak. Setiap dua atau tiga menit, saluran gas diperbesar untuk menaikan panas, lalu di catat, sambil matanya melihat biji kopi yang berputar dalam drum mesin sangrai buatan Turki ini.

Menjelang menit ke 18, suhu sudah menanjak ke 180 derajat dan operator pun semakin sering melihat sampel melalui tuas kecil yang ditarik dalam drum-nya. Terus terang, buat saya ini bukan pekerjaan mudah serta menuntut ketelitian tinggi, tapi sangat menarik untuk disimak. Saat waktunya tiba, handle di tarik dan kopi Papua pun akhirnya terbebas dari siksaan panas dan mulai memasuki proses pendinginan dalam tabung yang terus berputar, selesai. Karena masih menyimpan gas, menurus Mas nya, kopinya baru bisa dinikmati 24 hingga 48 jam kemudian. Roasting itu asyik, tidak ada rahasia, tapi ternyata tetap menyimpan misteri karena kompleksitas faktor eksternal yang mempengaruhi biji kopi seperti tanah, iklim, cara panen, sistem pengolahan, dan masih banyak faktor lainnya. Jadi kalau jurnalis Michaele Weissman memberi judul bukunya “God in a Cup”, karena selain biji kopi yang berkualitas, roasting yang membuat secangkir kopi hitam bisa dihargai hingga 11 dolar di sebuah cafe artisanal di Swiss.

Ah waktu semakin larut, saatnya mengisi perut yang sudah terlalu penuh dengan kafein sejak siang tadi. Walau Kopi Tiam Lau’s menyediakan kopi, rasanya menu nasi lemak, jauh lebih menggoda untuk menu makan malam bersama rekan Hendri, Yudis, dan Fanny. Acara malam itu harus diakhiri dan saya tancap gas ke arah Jatibening, the home of Cikopi.

Akhirnya, semoga anda tidak menekan tombol “back” karena sebal membaca posting yang agak lain ini.

For the love of coffee !

22 replies
  1. Teguh
    Teguh says:

    Dear : Pak Franky

    Saya pencinta kopi,Baik robusta maupun Arabika.2 tahun yang lalu 1 hari saya bisa minum kopi 3 s/d 4 cangkir,tahun ini saya sudah kurangi takut berdampak negatif pada kesehatan saya.yang saya ingin tanyakan apakah selama 3 hari itu kita bisa terampil dalam membuat varian2 kopi dan apakah untuk menjadi barista kita harus memiliki segala jenis mesin2 kopi.karena saya ingin sekali menguasai pembuatan kopi2 modern maupun kopi tradisional.

    terima kasih

  2. sugenk
    sugenk says:

    Wah seneng rasanya bisa ketemu para coffee lover di blog ini…..i love u all….
    Tapi kritik saya …kok makin banyak yg sesat tentang kopi luwak……..
    Idenya: !. insting luwak memilih biji kopi
    2.Permentasi dalam perutnya.
    Kalau luwak yg dipelihara apalgi yg dikandang jelas menyalahi konsep diatas….apalgi ditambah unsur kasih sayang…ya luwak itu hidup didunia bukan untuk dikurung….jugdment apa yg kita pakai mengeskploitasi mereka…lah parahnya lagi ternta luwak itu penyebar biji yg produktif…sehingga mereka bisa menyebarkan pohon secara alami….lah manusia kok makin ga beradab….merusak saja taunya….demi sejengkal leher…rasa nikmat yg absurd….yang wild masih banyaklah,,,kok malah mengurung-ngurung luwak…beradabkah kita?

  3. franky angkawijaya
    franky angkawijaya says:

    Mohon ibu bisa call ke imee di 08179983000 sebab dia yang mengatur jadwalnya dan untuk infomasi lain-lainnya bisa didapatkan langsung dari dia. Thanks dan Happy New Year 2011 bu. Salam Franky

  4. Endang
    Endang says:

    Kalau begitu saya ingin penjelasan mengenai waktu dan lama belajarnya, sebab saya ini PNS yang tidak tinggal di Jakarta, jadi harus mempersiapkan waktu khusus (cuti misalnya), saya juga ingin tahu biayanya (mohon maaf kalau pak Franky merasa tidak etis untuk pertanyaan saya terakhir, atau barangkali ada brosur yang bisa saya donlod ?)

  5. franky
    franky says:

    Dear ibu endang,

    Passion adalah kunci no.1 dalam belajar apapun, apabila ibu sudah punya itu maka saya yakin ibu pasti akan sangat cepat memahami apa yg kita ajarkan. Kalau saya tidak salah murid2 kita yg diatas 50 thn sudah lebih dari 5 orang.

    Pepatah bilang tidak ada kata terlambat untuk belajar.Thanks

  6. Endang
    Endang says:

    Pak Franky, saya perempuan, penikmat kopi, pemerhati kopi, tapi tidak ahli kopi, dan adalagi….saya sudah hampir tergolong manula, tapi passion saya akan kopi tetap tinggi lho. Nah saya ingin tanya nih, apa ada murid di EBC yang udah setua saya soale saya belum bisa memadamkan keinginan saya untuk ikut barista course. Salam

  7. franky
    franky says:

    Dear pak wishnu,

    Keahlian yg bapak dari sekolah itu ibarat bapak belajar setir mobil. Kalau setelah latihan setir tiap hari maka bapak akan makin mahir. Tapi kalau bapak vacuum untuk sementara maka disaat nanti akan memulai lagi bapak akan mendapat sedikit kagok. Tapi pasti akan cepat menyesuaikannya thanks

  8. Wisnu Sumarwan
    Wisnu Sumarwan says:

    Dear pak Budi dan Pak Franky,

    Yesss… 😀 I believe that it’s a wise answer… pada akhirnya, memang semua akan kembali pada orangnya masing-masing…

    Jujur aja, saya cinta banget sama kopi, meskipun saya cuma penikmat… Dan (mungkin parahnya) kopi yang paling sering saya minum justru kopi instan… Karena nggak mungkin juga, terus2an nongkrong di coffee shop… Hmmm…. hehehehe…

    Btw, my next question, (boleh, kan?), apakah untuk menguasai keahlian barista saya harus punya semua alatnya? Bagaimana supaya ilmu yang saya dapet dari sekolah barista tidak luntur? Hal yang saya yakini adalah ilmu yang paling hebat adalah ilmu yang dipraktekkan setiap hari dan menjadi kebiasaan…

    Sebelumnya terima kasih, Pak… 😀

  9. franky
    franky says:

    Dear wishnu, jawaban yg pak budi kasih tadi sangat benar!!! It depends…..tergantung dari seberapa passionate r u? Tergantung dari seberapa anthusias anda dalam mendalami apa yg kita ajarkan dan tergantung dari seberapa tinggi daya serap dan creativity anda.

    Tapi di 95% yg ikut EBC kebanyakan puas atas materi yg kita ajarkan dan banyak murid kita yg tidak pernah menggunakan mesin sama sekali merasakan bahwa bekal ilmu mrk jauh lebih baik dari orang2 yg diluar yg belum pernah mengikuti kelas.

    Semua bisa dilihat dari hasil proses membuat kopi dan hasil akhir dari prosesnya. Tidak akan membuat anda langsung jadi seorang yg hebat sbb ingat PRACTICE MAKES PERFECT dan ilmu itu tidak ada habisnya. Selalu ada kreasi baru dalam cara meracik minuman kopi.

    Barista yg baik itu dinilai dari sangat banyak faktor. Tapi kalau untuk bisa menggunakan mesin dengan ok dan membuat espresso, long black, flat white, cvappucinno dan latte dengan benar dalam 3 hari, kami sangat yakin anda pasti bisa. Unless ada faktor IQ dan EQ (this is more honest answer that I should say and I don’t mean to be ruth) Thanks

  10. budi
    budi says:

    Hi Wisnu. Salute to you, for a very good question. A very bold question, that some of us not dare to ask. 🙂

    The polite answer is “it depends”. 😀
    The honest answer is “Ehmmmm… ”
    are you sure you want an honest answer ?
    🙂

  11. Wisnu Sumarwan
    Wisnu Sumarwan says:

    Perkenalkan, saya wisnu. Saya baru saja mendirikan sebuah warung sushi yang namanya Rumah Sushi di Menteng (www.rumahsushi.wordpress.com). Saya sebenarnya mahasiswa Public Relations dan sangat suka menulis… Dan juga sangat tertarik pada dunia kuliner.

    Saya adalah penggemar kopi meskipun sama sekali tidak tahu apa2 tentang kopi. Btw, ada yang ingin saya tanyakan. Cukupkah 3 hari untuk menguasai keahlian barista? Kapan2 saya ingin sekali sekolah Barista…

    Regards,
    Wisnu

  12. elim
    elim says:

    beberapa minggu yg lalu saat diutus kantor ke jakarta saya sempatkan main ke ESPERTO di STC-senayan. ternyata disambut dgn ramah oleh rekan2 di Esperto (pak frangky dkk) malahan disuguhi beberapa gelas kopi termasuk schibello black label yg emang dasyat! thanks utk para coffeeholic di Esperto yg sdh berbagi kopi & ilmu, semoga sukses selalu, wish be there again soon!

  13. Nina Kusuma
    Nina Kusuma says:

    Gimana sih caranya biar dapat info mengenai acara2 di Anomali? Saya pembaca setia Cikopi, sering ngopi di Anomali Setiabudi, tapi tiap acara mengundang Barista kemarin dan yang ini ketingalan mlulu.. 🙂 Buat Anomali, adain lagi dong acara mingguan yang rutin..sekalian bagi-bagi ilmu tentang kopi. Sukses selalu Cikopi dan mas Toni Wahid, ulasannya selalu menarik buat dibaca..

  14. coffeeshopz
    coffeeshopz says:

    comment makanan nya ah………….

    Lau’s Kopi Tiam……
    enak …

    Nasi sapi panggang nya.. mantap..

    tp yg di setiabudi belum pernah..
    langganan saya kalo pulang ke Bandung dari Lampung ya yg di Teras Kota- BSD

  15. Enrico
    Enrico says:

    Tenang aja kang, sering2 bikin travel experience seperti ini juga gapapa koq :p

    asal jangan ketularan jargon “third wave” aja :p

Comments are closed.