The journalist from Kontan, called me and would like to have an interview about coffee after they read my coffee blog as recommended by Uji Saptono, a coffee lover and an administrator a special coffee community page in Facebook. I am thrilled to share the full transcript of the article below. However, I have reiterated to the journalist that I am no expert on coffee, nor should it be read as such. This  blog is mainly intended to share my coffeing experiences along with various coffee brewing tools. So, let’s read the transcript, which was in local language.

Bagi banyak orang kopi mungkin cuma sekedar minuman untuk membantu melek saat bangun pagi atau terserang kantuk. Tapi bagi para pecinta kopi, cairan pahit ini menjadi asupan wajib. Mereka punya ritual minum kopi.

Kopi adalah salah satu jenis minuman yang paling populer bagi ummat seluruh planet. Jutaan manusia menggemari minuman yang terbuat dari bubuk biji tanaman ini. Bahkan, tak sedikit orang yang merasa hari-harinya takan terasa lengkap jika tidak diawali dengan ritual menyeruput secangkir kopi.

Tapi, tidak semua orang bisa disebut sebagai pecinta kopi, meski mereka mengonsumsi minuman ini setiap hari. Seorang pecinta kopi buka cuma rajin meneguk kopi saban hari, melainkan selalu mencari dan mencoba mencicipi sajian kopi-kopi baru.

Tengok saja kelakukan Toni Wahid, seorang pecinta kopi. Setiap kali melakukan perjalanan ke negara lain, ia selalu menyempatkan diri mencicipi kopi racikan negeri tersebut. Buka cuma itu, ia juga mempelajari budaya ngopi di negara itu.

Social Responsibility Manager Gap Inc. untuk wilayah Asia Tenggara ini berkisah, ia sudah mencicipi kopi yang berasal dari 17 negara. Ia memang tak secara khusus datang ke negara itu untuk mencicipi kopi. Biasanya, kegemaran ini ia lakukan berbarengan dengan tugas kantor.

Menurut Toni, ia paling terkesan pada budaya meminum kopi di Vietnam. Bagi masyarakat Vietnam, minum kopi bisa dilakukan setiap saat layaknya minum air putih. Karena itu banyak warung kopi berdiri di sepanjang jalan, baik di kota maupun di desa. “Saya iri dengan kultur minum kopi di sana” ungkap Toni.

Namun, bagi Toni, kopi dalam negeri tetap menjadi favorit. Pria berusia 42 tahun ini mengaku sudah mencoba semua jenis kopi, seperti asal Toraja, Sidikalang, Sipirok, Bali, juga Lampung.

Di antara semua itu ia paling menggemari kopi Papua. Kopi Papua memiliki rasa kuat dan rasa yang sangat menyengat (catatan saya: wangi maksudnya). Selain itu, Toni juga menyukai kopi asal Aceh dan gayo.

Kisah Charles Tjiam, seorang pengusaha tekstil yang juga penikmat kopi, serupa dengan kisah Toni. Charles rela merogoh kocek untuk bepergian ke daerah tertentu dan menikmati kopi asal daerah itu. “Pernah saya dan rekan datang ke sebuah desa pedalaman Jawa Timur hanya sekedar untuk mencari dan menikmati kopi asli dari daerah tersebut” tutur Charles. Ia juga pernah pergi hingga ke Australia untuk menikmati kopi Negeri Kanguru. Saat ini, ia bercita-cita ingin menikmati kopi asal Italia.

Paling suka kopi lokal

Rata-rata penikmat kopi mengaku kopi Indonesia lebih nikmat ketimbang kopi dari luar negeri. Ini buka karena mereka orang Indonesia, lo. Banyak orang luar negeri yang juga lebih menyukai kopi asal Indonesia.

Penyebabnya, rasa kopi asal Indonesia mempunyai karakteristik yang unik dan aroma yang khas. Selain itu, letak daerah asal kopi tersebut juga menentukan karakteristik rasanya. Toni kembali mencontohkan kopi papua. Menurut dia, rasa kopi papua paling kuat lantaran kopi ini ditanam berjauhan  dari tanaman lain. Dengan begitu, ini teori dia, rasa yang ada dalam kopi murni rasa kopi.

Sekedar info, kopi memang sebaiknya ditanam berjauhan dengan tanaman lain. Sebab kalau di sekitar tanaman kopi ada tanaman lain, maka biji kopi yang sedang masak akan menyerap aroma dan rasa tanaman yang ada di sekitarnya.

Bukan cuma soal rasa yang membuat kopi Indonesia jadi favorit. Kualitas kopi Indonesia juga lebih baik ketimbang kopi negara lain. Bahkan, merek kopi luar negeri pun banyak yang menggunakan kopi asal Indonesia. “Pada dasarnya kopi Indonesia memiliki kualitas yang lebih baik dari kopi luar negeri, hanya saja pengolahannya berbeda” papar Charles.

Tidak percaya? Toni bercerita, ketika ia melakukan perjalanan dinas ke Kanada, ia sempat menyambangi sebuah coffe shop di sana. Karena saat itu suhu di Kanada sedang sangat dingin, Toni pun memesan secangkir kopi panas. “Waktu saya mulai menyeruput kopi pesanan saya, ujung lidah saya tidak berhenti bergoyang” kenangnya. Ia merasakan aroma kopi yang kuat langsung menyebar di dalam mulutnya.

Ia pun menanyakan asal kopi yang ia minum kepada baritsa di coffee shop itu. Barista adalah julukan percaik kopi. Jawaban si barista membuat Toni terkejut. Kopi yang ia seruput ternyata dari Indonesia. .

Dwi Anggara, penikmat kopi asal Solo, juga mengakui kopi asal Indonesia memang yang paling top. Dwi bilang, ia sebenarnya menyukai semua jenis kopi, baik lokal maupun impor. “Tapi, kualitas kopi Nusantara nomor satu” tegas dia.

Dwi mengatakan ia sudah pernah mencicipi hampir semua jenis kopi asal Indonesia, mulai dari kopi Lampung, gayo, hingga kopi Bali “Indonesia adalah salah satu penghasil kopi terbaik di dunia. jadi, sebenarnya tidak perlu jauh-jauh kalau mau menikmati kopi yang enak” tandasnya.

Direktur Reborn Advertising ini mengatakan, ia berniat mencicipi seluruh kopi yang ada di Indonesia. Saat ini, ia masih terobsesi ingin menikmati dari Timor. Ini adalah satu-satunya kopi Nusantara yang belum pernah ia cicipi.

Menggiling kopi sendiri

Ada lagi hal lain yang membedakan para pecinta kopi dengan orang-orang yang sekedar mengkonsumsi tiap hari. Lidah pecinta kopi ini sudah teruji dalam mencicipi kopi. Mereka bisa membedakan karakter atau rasa dari setiap kopi yang berbeda.

Menurut Franky Angkawijaya, seorang penikmat yang juga pemilik sebuah sekolah barista, seseorang baru bisa dibilang penikmat kopi kalau bisa membandingkan karakteristik kopi. “Anda sudah bisa disebut cupper atau penikmat kopi” bebernya. Asal tahu saja, Franky bilang, butuh waktu lama untuk bisa mencapai tahapan penikmat kopi.

Karena sudah sangat gandrung pada kopi, para penikmat kopi ini pun susah dipisahkan dari kopi. Maklum saja, “Kopi sudah menjadi kebutuhan pokok bagi saya” kata Franky. Walhasil, kalau sehari saja tidak menyeruput kopi, rasanya bakal ada yang kurang.

Toni pun mengutarakan hal serupa. Suatu saat Toni pernah mendapat tuga mengunjungi New Delhi India. Ternyata, di sana ia tidak bisa menemukan watu pun warung kopi maupun cafe yang menyediakan kopi. Alih-alih warung kopi, yang ada sepanjang jalan hanya warung teh. Maklum, India termasuk salah satu negara penghasil teh besar. Karena gagal menemukan kopi, Toni pun terpaksa meminum rempah-rempah campur susu (catatasan saya : maksudnya Masala Chai, minuman teh dengan susu dicampur rempah). “Saya merasa ada yang hilang kalau tidak minum kopi, ujar manajer perusahaan pakaian merek Gap ini.

Oh iya penikmat kopi juga menikmati dengan cara berbeda dibandingkan dengan orang lain. Mereka lebih suka minum kopi tanpa gula maupun krim.”Itu lebih manrik. Dengan demikian  kita bisa merasakan rasa asli kopi” terang Charles.

Selain itu, mereka memilih mengonsumsi kopi tubruk alih-alih kopi instan. Mereka rela repot meracik kopi sendiri, bahkan sampai menggiling kopi sendiri.

Menurut Toni, ia biasanya membeli biji kopi yang abru disangrai (roasted) dari toko kopi khusus. Ia lantas menggiling sendiri kopi itu. “Kalau tidak punya alat penggilingnya, pakai blender atau mikser juga bisa” tambahnya (maksudnya hanya blender).

Bahkan, menyeduh kopi pun tidak sembarangan. Lihat saja Uji Saptono, Ketua Komunitas Penggemar Kopi ini punya aturan sendiri saat membuat kopi.

Biasanya, ia mengambil kopi sebanyak 2.5 sendok makan untuk secangkir kopi. Lantas, ia menambahkan air dengan suhu 90 derajat Celsius. Cangkir berisi kopi itu lalu ditutup sampat sekitar empat menit, supaya aromanya meresap. “Kopi itu harus diseruput pada 10 menit pertama, supaya rasanya masih kuat” cetus dia.

Dengan cara begitu, Anda bisa mendapatkan keharuman dari rasa asli kopi.

Hmmm …. nikmat.

(Sumber : Kontan, edisi 31 Mei – 6 Juni 2010

5 replies
  1. Masa Depan Petani
    Masa Depan Petani says:

    Pak Toni, mohon tanggapan ya .. Apakah bukan tanaman kopi itu tak tahan hidup jika langsung kena sinar matahari (sekalipun di ketinggian lebih dari 1000 meter dpl, alias selalu membutuhkan naungan, sehingga pada dasarnya tanaman kopi selalu membutuhkan tanaman lain yang lebih tinggi? Ini teori yang kami pelajari dari sekolah .. hehe ..

Comments are closed.